Sejalan dengan semakin meningkatnya
kesadaran manusia akan kerusakanlingkungan dan munculnya berbagai
penyakit yang disebabkan penggunaan bahan kimia secara berlebihan pada
makanan, pertanian muncul sebagai sebuah alternatif yang menjadi pilihan
bagi banyak orang. Pertanian organik dapat dikatakan sebagai suatu
sistem bertani selaras alam, mengembalikan siklus ekologi dalam suatu
areal pertanian membentuk suatu aliran yang siklik dan seimbang
.
.
Secara perlahan tapi pasti
sistem prtanian organik mulai berkembang di berbagai belahan bumi, baik
di negara maju dan negara berkembang. Masyarakat mulai melihat berbagai
manfaat yang dapat diperoleh dengan sistem pertanian organik ini,
seperti lingkungan yang tetap terjaga kelestariannya dan dapat
mengkonsumsi produk pertanian yang relatif lebih sehat karena bebas dari
bahan kimia yang dapat menimbulkan dampak negatif bagi kesehatan.
Mengingat besarnya peranan bakteri Rhizobium, maka keberadaan bakteri tersebut perlu dikonservasi dan diisolasi dalam bentuk koleksi kultur. Koleksi kultur bakteri memberikan jaminan bahwa bakteri yang telah didiskripsikan tersimpan dengan aman dan baik, sehingga tersedia setiap saat untuk keperluan generasi sekarang dan masa mendatang.
Beberapa mikroorganisme seperti Rhizobium, Azospirillum dan
Azootobacter, Mikoriza, bakteri pelarut fosfat, Mikoriza perombak
selulosa dan Efective Microorganism (EM) bila dimanfaatkan secara tepat
dalam sistem pertanian organik akan membawa pengaruh yang positif baik
bagi ketersediaan unsur hara yang dibutuhkan tanaman, lingkungan edapik,
maupun upaya pengendalian beberapa jenis penyakit. Sehingga dapat
diperoleh pertumbuhan dan produksi tanaman yang optimal dan hasil panen
yang lebih sehat. Mikroorganisme tersebut sering disebut sebagai
Biofertilizer atau pupuk hayati
Prospek Pertanian Organik di Indonesia
Memasuki abad 21, masyarakat dunia mulai
sadar bahaya yang ditimbulkan oleh pemakaian bahan kimia sintetis dalam
pertanian. Orang semakin arif dalam memilih bahan pangan yang aman bagi
kesehatan dan ramah lingkungan. Gaya hidup sehat dengan slogan “Back to
Nature” telah menjadi trend baru meninggalkan pola hidup lama yang
menggunakan bahan kimia non alami, seperti pupuk, pestisida kimia
sintetis dan hormon tumbuh dalam produksi pertanian. Pangan yang sehat
dan bergizi tinggi dapat diproduksi dengan metode baru yang dikenal
dengan pertanian organik.
Pertanian organik adalah
teknik budidaya pertanian yang mengandalkan bahan-bahan alami tanpa
menggunakan bahan-bahan kimia sintetis. Tujuan utama pertanian organik
adalah menyediakan produk-produk pertanian, terutama bahan pangan yang
aman bagi kesehatan produsen dan konsumennya serta tidak merusak
lingkungan. Gaya hidup sehat demikian telah melembaga secara
internasional yang mensyaratkan jaminan bahwa produk pertanian harus
beratribut aman dikonsumsi (food safety attributes), kandungan nutrisi
tinggi (nutritional attributes) dan ramah lingkungan (eco-labelling
attributes). Preferensi konsumen seperti ini menyebabkan permintaan
produk pertanian organik dunia meningkat pesat.
Indonesia memiliki kekayaan
sumberdaya hayati tropika yang unik, kelimpahan sinar matahari, air dan
tanah, serta budaya masyarakat yang menghormati alam, potensi pertanian
organik sangat besar. Pasar produk pertanian organik dunia meningkat 20%
per tahun, oleh karena itu pengembangan budidaya pertanian organik
perlu diprioritaskan pada tanaman bernilai ekonomis tinggi untuk
memenuhi kebutuhan pasar domestik dan ekspor.
Peluang Pertanian Organik di Indonesia
Luas lahan yang tersedia
untuk pertanian organik di Indonesia sangat besar. Dari 75,5 juta ha
lahan yang dapat digunakan untuk usaha pertanian, baru sekitar 25,7 juta
ha yang telah diolah untuk sawah dan perkebunan (BPS, 2000). Pertanian
organik menuntut agar lahan yang digunakan tidak atau belum tercemar
oleh bahan kimia dan mempunyai aksesibilitas yang baik. Kualitas dan
luasan menjadi pertimbangan dalam pemilihan lahan. Lahan yang belum
tercemar adalah lahan yang belum diusahakan, tetapi secara umum lahan
demikian kurang subur. Lahan yang subur umumnya telah diusahakan secara
intensif dengan menggunakan bahan pupuk dan pestisida kimia. Menggunakan
lahan seperti ini memerlukan masa konversi cukup lama, yaitu sekitar 2
tahun. Volume produk pertanian organik mencapai 5-7% dari total produk
pertanian yang diperdagangkan di pasar internasional. Sebagian besar
disuplay oleh negara-negara maju seperti Australia, Amerika dan Eropa.
Di Asia, pasar produk pertanian organik lebih banyak didominasi oleh
negara-negara timur jauh seperti Jepang, Taiwan dan Korea.
Potensi pasar produk
pertanian organik di dalam negeri sangat kecil, hanya terbatas pada
masyarakat menengah ke atas. Berbagai kendala yang dihadapi antara lain:
1) belum ada insentif harga yang memadai untuk produsen produk
pertanian organik, 2) perlu investasi mahal pada awal pengembangan
karena harus memilih lahan yang benar-benar steril dari bahan agrokimia,
3) belum ada kepastian pasar, sehingga petani enggan memproduksi
komoditas tersebut. Areal tanam pertanian organik, Australia dan Oceania
mempunyai lahan terluas yaitu sekitar 7,7 juta ha. Eropa, Amerika Latin
dan Amerika Utara masing-masing sekitar 4,2 juta; 3,7 juta dan 1,3 juta
hektar. Areal tanam komoditas pertanian organik di Asia dan Afrika
masih relatif rendah yaitu sekitar 0,09 juta dan 0,06 juta hektar (Tabel
1). Sayuran, kopi dan teh mendominasi pasar produk pertanian organik
internasional di samping produk peternakan.
Tabel 1. Areal tanam pertanian organik masing-masing wilayah di dunia, 2002
No. Wilayah Areal Tanam (juta ha)
- Australia dan Oceania 7,70
- Eropa 4,20
- Amerika Latin 3,70
- Amerika Utar 1,30
- Asia 0,09
- Afrika 0,06
Sumber: IFOAM, 2002; PC-TAS, 2002.
Indonesia memiliki potensi yang cukup
besar untuk bersaing di pasar internasional walaupun secara bertahap.
Hal ini karena berbagai keunggulan komparatif antara lain : 1) masih
banyak sumberdaya lahan yang dapat dibuka untuk mengembangkan sistem
pertanian organik, 2) teknologi untuk mendukung pertanian organik sudah
cukup tersedia seperti pembuatan kompos, tanam tanpa olah tanah,
pestisida hayati dan lain-lain. Pengembangan selanjutnya pertanian
organik di Indonesia harus ditujukan untuk memenuhi permintaan pasar
global. Oleh sebab itu komoditas-komoditas eksotik seperti sayuran dan
perkebunan seperti kopi dan teh yang memiliki potensi ekspor cukup cerah
perlu segera dikembangkan. Produk kopi misalnya, Indonesia merupakan
pengekspor terbesar kedua setelah Brasil, tetapi di pasar internasional
kopi Indonesia tidak memiliki merek dagang.
Pengembangan pertanian
organik di Indonesia belum memerlukan struktur kelembagaan baru, karena
sistem ini hampir sama halnya dengan pertanian intensif seperti saat
ini. Kelembagaan petani seperti kelompok tani, koperasi, asosiasi atau
korporasi masih sangat relevan. Namun yang paling penting lembaga tani
tersebut harus dapat memperkuat posisi tawar petani.
Pertanian Organik Modern
Beberapa tahun terakhir,
pertanian organik modern masuk dalam sistem pertanian Indonesia secara
sporadis dan kecil-kecilan. Pertanian organik modern berkembang
memproduksi bahan pangan yang aman bagi kesehatan dan sistem produksi
yang ramah lingkungan. Tetapi secara umum konsep pertanian organik
modern belum banyak dikenal dan masih banyak dipertanyakan. Penekanan
sementara ini lebih kepada meninggalkan pemakaian pestisida sintetis.
Dengan makin berkembangnya pengetahuan dan teknologi kesehatan,
lingkungan hidup, mikrobiologi, kimia, molekuler biologi, biokimia dan
lain-lain, pertanian organik terus berkembang. Dalam sistem pertanian
organik modern diperlukan standar mutu dan ini diberlakukan oleh
negara-negara pengimpor dengan sangat ketat. Sering satu produk
pertanian organik harus dikembalikan ke negara pengekspor termasuk ke
Indonesia karena masih ditemukan kandungan residu pestisida maupun bahan
kimia lainnya.
Banyaknya produk-produk yang mengklaim
sebagai produk pertanian organik yang tidak disertifikasi membuat
keraguan di pihak konsumen. Sertifikasi produk pertanian organik dapat
dibagi menjadi dua kriteria yaitu:
a) Sertifikasi Lokal untuk pangsa pasar
dalam negeri. Kegiatan pertanian ini masih mentoleransi penggunaan pupuk
kimia sintetis dalam jumlah yang minimal atau Low External Input
Sustainable Agriculture (LEISA), namun sudah sangat membatasi penggunaan
pestisida sintetis. Pengendalian OPT dengan menggunakan biopestisida,
varietas toleran, maupun agensia hayati. Tim untuk merumuskan
sertifikasi nasional sudah dibentuk oleh Departemen Pertanian dengan
melibatkan perguruan tinggi dan pihak-pihak lain yang terkait.
b) Sertifikasi Internasional untuk pangsa
ekspor dan kalangan tertentu di dalam negeri, seperti misalnya
sertifikasi yang dikeluarkan oleh SKAL ataupun IFOAM. Beberapa
persyaratan yang harus dipenuhi antara lain masa konversi lahan, tempat
penyimpanan produk organik, bibit, pupuk dan pestisida serta pengolahan
hasilnya harus memenuhi persyaratan tertentu sebagai produk pertanian
organik.
Beberapa komoditas prospektif yang dapat
dikembangkan dengan sistem pertanian organik di Indonesia antara lain
tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, tanaman rempah dan obat, serta
peternakan, (Tabel 2). Menghadapi era perdagangan bebas pada tahun 2010
mendatang diharapkan pertanian organik Indonesia sudah dapat mengekspor
produknya ke pasar internasional.
Tabel 2. Komoditas yang layak dikembangkan dengan sistem pertanian organik
No | Kategori Komoditi |
1. | Tanaman Pangan Padi |
2. | Hortikultura Sayuran: brokoli, kubis merah, petsai, caisin, cho putih, kubis tunas, bayam daun, labu siyam, oyong dan baligo. Buah: nangka, durian, salak, mangga, jeruk dan manggis. |
3. | Perkebunan Kelapa, pala, jambu mete, cengkeh, lada, vanili dan kopi. |
4. | Rempah dan obat Jahe, kunyit, temulawak, dan temu-temuan lainnya. |
5. | Peternakan Susu, telur dan daging |
Menyuburkan tanah harus diusahakan dengan
mendaur ulang bahan alam ke dalam tanah, seperti kompos tanaman.
Penggunaan pupuk kandang dan kompos yang berasal dari binatang sangat
bermanfaat bagi kesuburan tanah. Semua jenis kotoran ternak, urine,
kompos, guano, dan limbah rumah potong hewan diperbolehkan selama tidak
berasal dari factory farming atau pabrik dan peternakan yang menggunakan
bahan-bahan kimia sintetis yang tidak diperkenankan dalam pertanian
organik.
Penggunaan kotoran manusia Penyubur Tanah,
termasuk air comberan atau septic tank diperbolehkan sebatas terhadap
tanaman yang tidak langsung dikonsumsi manusia (tanaman tahunan) dan
perlu diaerasi terlebih dahulu. Dengan kata lain, tidak diperkenankan
pemakaian langsung, apalagi terhadap tanaman yang langsung dikonsumsi
manusia, seperti sayuran, buah-buahan, atau tanaman hortikultura.
Pemanfaatan mikroba merupakan salah satu cara untuk Penyubur Tanah
yang saat ini sudah banyak dipraktikkan, seperti pemberian bakteri
Rhizobium sp. (sudah banyak dijual dalam kemasan) ke dalam tanah,
sehingga unsur nitrogen akan menjadi tersedia di dalam tanah. Unsur
nitrogen pun bisa ditambahkan dengan cara mencampur tanah yang berasal
dari lahan yang mengandung bintil akar seperti kedelai ke dalam tanah
yang akan digunakan dengan harapan bakteri Rhizobium dapat dipindahkan
bersama tanah.
Pemanfaatan Rhizobium dalam Produksi Pertanian Dilakukan Melalui:
- Pemeliharaan dan peningkatan kesuburan tanah dengan memanfaatkan mikrobia yang berperan dalam siklus Nitrogen (mikrobia penambat nitrogen, mikrobia amonifikasi, nitrifikasi, dan denitrifikasi), Fosfor (mikrobia pelarut fosfat), Sulfur (Mikrobia pengoksidasi sulfur), dan Logam-logam (Fe, Cu, Mn, dan Al),
- Pemeliharaan kesehatan tanah dengan memanfaatkan mikrobia penekan organisma pengganggu tanaman (OPT),
- Pemulihan kesehatan tanah dengan memanfaatkan mikrobia pendekomposisi / penyerap senyawa-senyawa toksik terhadap mahluk hidup (Bioremediasi),
- Pemacuan pertumbuhan tanaman dengan memanfaatkan mikrobia penghasil fitohormon.
Pengertian Rhizobium sp.
Rhizobium (yang terkenal adalah Rhizobium leguminosarum)
adalah basil yang gram negatif yang merupakan penghuni biasa didalam
tanah. Bakteri ini masuk melalui bulu-bulu akar tanaman berbuah polongan
dan menyebabkan jaraingan agar tumbuh berlebih-lebihan hingga menjadi
kutil-kutil. Bakteri ini hidup dalam sel-sel akar dan memperoleh
makanannya dari sel-sel tersebut. Biasanya beberapa spesies Actinomycetes kedapatan bersama-sama dengan Rhizobium sp dalam satu sel.
Bakteri nitrogen adalah bakteri yang mampu mengikat nitrogen
bebas dari udara dan mengubahnya menjadi suatu senyawa yang dapat
diserap oleh tumbuhan. Karena kemampuannya mengikat nitrogen di udara,
bakteri-bakteri tersebut berpengaruh terhadap nilai ekonomi tanah
pertanian. Kelompok bakteri ini ada yang hidup bebas maupun simbiosis.
Bakteri nitrogen yang hidup bebas yaitu Azotobacter chroococcum, Clostridium pasteurianum, dan Rhodospirillum rubrum. Bakteri nitrogen yang hidup bersimbiosis dengan tanaman polong-polongan yaitu Rhizobium leguminosarum, yang hidup dalam akar membentuk nodul atau bintil-bintil akar. Tumbuhan yang bersimbiosis dengan Rhizobium banyak digunakan sebagai pupuk hijau seperti Crotalaria, Tephrosia, dan Indigofera.
Akar tanaman polong-polongan tersebut menyediakan karbohidrat dan
senyawa lain bagi bakteri melalui kemampuannya mengikat nitrogen bagi
akar. Jika bakteri dipisahkan dari inangnya (akar), maka tidak dapat
mengikat nitrogen sama sekali atau hanya dapat mengikat nitrogen sedikit
sekali. Bintil-bintil akar melepaskan senyawa nitrogen organik ke dalam
tanah tempat tanaman polong hidup. Dengan demikian terjadi penambahan
nitrogen yang dapat menambah kesuburan tanah.
Sumber utama nitrogen adalah
nitrogen bebas (N2) yang terdapat di atmosfir, yang takarannya mencapai
78% volume, dan sumber lainnya yang ada di kulit bumi dan perairan.
Nitrogen juga terdapat dalam bentuk yang kompleks, tetapi hal ini tidak
begitu besar sebab sifatnya yang mudah larut dalam air.
Pada umumnya derivat nitrogen
sangat penting bagi kebutuhan dasar nutrisi, tetapi dalam kenyataannya
substansi nitrogen adalah hal yang menarik sebagai polutan di
lingkungan. Terjadinya perubahan global di lingkungan oleh adanya
interaksi antara nitrogen oksida dengan ozon di zona atmosfir. Juga
adanya perlakuan pemupukan (fertilization treatment) yang berlebihan
dapat mempengaruhi air tanah (soil water), sehingga dapat mempengaruhi
kondisi air minum bagi manusia. Bentuk atau komponen N di atmosfir dapat
berbentuk ammonia (NH3), molekul nitrogen (N2), dinitrit oksida (N2O),
nitrogen oksida (NO), nitrogen dioksida (NO2), asam nitrit (HNO2), asam
nitrat (HNO3), basa amino (R3-N) dan lain-lain dalam bentuk
proksisilnitri. Dalam telaah kesuburan tanah proses pengubahan nitrogen
dapat dilakukan dengan berbagai cara, yaitu mineralisasi senyawa
nitrogen komplek, amonifikasi, nitrifikasi, denitrifikasi, dan
volatilisasi ammonium.
Sejumlah organisme mampu
melakukan fiksasi N dan N-bebas akan berasosiasi dengan tumbuhan.
Senyawa N-amonium dan N-nitrat yang dimanfaatkan oleh tumbuhan akan
diteruskan ke hewan dan manusia dan kembali memasuki sistem lingkungan
melalui sisa-sisa jasad renik. Proses fiksasi memerlukan energi yang
besar, dan enzim (nitrogenase) bekerja dan didukung oleh oksigen yang
cukup. Kedua faktor ini sangat penting dalam memindahkan N-bebas dan
sedikit simbiosis oleh organisme.
Nitrogenase mengandung
protein besi-belerang dan besi-molibdenum, dan mereduksi nitrogen dengan
koordinasi dan transfer elektron dan proton secara kooperatif, dengan
menggunakan MgATP sebagai sumber energi. Karena pentingnya reaksi ini,
usaha-usaha untuk mengklarifikasi struktur nitrogenase dan mengembangkan
katalis artifisial untuk fiksasi nitrogen telah dilakukan secara
kontinyu selama beberapa tahun. Baru-baru ini, struktur pusat aktif
nitrogenase yang disebut dengan kofaktor besi-molibdenum telah
ditentukan dengan analisis kristal tunggal dengan sinar-X. Nitrogen
organic diubah menjadi mineral N-amonium oleh mikroorganisasi dan
beberapa hewan yang dapat memproduksi mineral tersebut seperti :
protozoa, nematoda, dan cacing tanah. Serangga tanah, cacing tanah,
jamur, bakteri dan aktinbimesetes merupakan biang penting tahap pertama
penguraian senyawa N-organik dalam bahan organic dan senyawa N-kompleks
lainnya. Semua mikroorganisme mampu melakukan fiksasi nitrogen, dan
berasosiasi dengan N-bebas yang berasal dari tumbuhan. Nitrogen dari
proses fiksasi merupakan sesuatu yang penting dan ekonomis yang
dilakukan oleh bakteri genus Rhizobium dengan tumbuhan Leguminosa
termasuk Trifollum spp, Gylicene max (soybean), Viciafaba (brand bean),
Vigna sinensis (cow-pea), Piscera sativam (chick-pea), dan Medicago
sativa (lucerna). Bakteri dalam genus Rhizobium merupakan bakteri gram
negatif, berbentuk bulat memanjang, yang secara normal mampu memfiksasi
nitrogen dari atmosfer. Umumnya bakteri ini ditemukan pada nodul akar
tanaman leguminosae.
Rhizobium berasal dari dua kata yaitu Rhizo yang artinya akar dan bios yang berarti hidup. Rhizobium
adalah bakteri yang bersifat aerob, bentuk batang, koloninya berwarna
putih berbentuk sirkulasi, merupakan penghambat nitrogen yang hidup di
dalam tanah dan berasosiasi simbiotik dengan sel akar legume, bersifat
host spesifik satu spesies Rhizobium cenderung membentuk nodul akar pada
satu spesies tanaman legume saja. Bakteri Rhizobium adalah organotrof,
aerob, tidak berspora, pleomorf, gram negatif dan berbentuk batang.
Bakteri rhizobium mudah tumbuh dalam medium pembiakan organik khususnya
yang mengandung ragi atau kentang. Pada suhu kamar dan pH 7,0 – 7,2.
Morfologi Rhizobium dikenal sebagai bakteroid. Rhizobium
menginfeksi akar leguminoceae melalui ujung-ujung bulu akar yang tidak
berselulose, karena bakteri Rhizobium tidak dapat menghidrolisis
selulose.Rhizobium yang tumbuh dalam bintil akar leguminoceae
mengambil nitrogen langsung dari udara dengan aktifitas bersama sel
tanaman dan bakteri, nitrogen itu disusun menjadi senyawaan nitrogen
seperti asam-asam amino dan polipeptida yang ditemukan dalam
tumbuh-tumbuhan, bakteri dan tanak disekitarnya. Baik bakteri maupun
legum tidak dapat menambat nitrogen secara mandiri, bila Rhizobium tidak ada dan nitrogen tidak terdapat dalam tanah legum tersebut akan mati. Bakteri Rhizobium hidup dengan menginfeksi akar tanaman legum dan berasosiasi dengan tanaman tersebut, dengan menambat nitrogen.
Interaksi Rhizobium dengan tanah dan tanaman
Rhizobium yang tumbuh dalam
bintil akar leguminoceae mengambil nitrogen langsung dari udara dengan
aktifitas bersama sel tanaman dan bakteri, nitrogen itu disusun menjadi
senyawaan nitrogen seperti asam-asam amino dan polipeptida yang
ditemukan dalam tumbuh-tumbuhan, bakteri dan tanak disekitarnya. Baik
bakteri maupun legum tidak dapat menambat nitrogen secara mandiri, bila Rhizobium tidak ada dan nitrogen tidak terdapat dalam tanah legum tersebut akan mati. Bakteri Rhizobium hidup dengan menginfeksi akar tanaman legum dan berasosiasi dengan tanaman tersebut, dengan menambat nitrogen.
Pada dunia pertanian bakteri rhizobium sp mengikat
unsur nitrogen dari lingkungan sekitar dan menularkan ke tumbuhan,
tetapi bagian akar dan juga pada bagian tanah pada suatu tanaman.
Kebanyakan rhizobium sp menularkan pada tanaman yang berbiji : contohnya saja akar pada tanaman kedelai.
Pada tanaman kedelai tersebut, bakteri rhizobium sp menempel
pada bintil akar. Dan itu membuat tanaman tersebut tumbuh subur dan
untuk melangsungkan hidupnya karena tanaman tersebut telah terinfeksi
oleh bakteri Rhizobium sp.
Tumbuhan yang bersimbiosis dengan Rhizobium banyak digunakan sebagai pupuk hijau seperti Crotalaria, Tephrosia, dan Indigofera.
Akar tanaman polong-polongan tersebut menyediakan karbohidrat dan
senyawa lain bagi bakteri melalui kemampuannya mengikat nitrogen bagi
akar. Jika bakteri dipisahkan dari inangnya (akar), maka tidak dapat
mengikat nitrogen sama sekali atau hanya dapat mengikat nitrogen sedikit
sekali. Bintil-bintil akar melepaskan senyawa nitrogen organik ke dalam
tanah tempat tanaman polong hidup. Dengan demikian terjadi penambahan
nitrogen yang dapat menambah kesuburan tanah.
Proses Pembentukan Bintil Akar
Terjadinya bintil akar diawali oleh interaksi antara tanaman dan bakteri Rhizobia.
Akar tanaman mengeluarkan sinyal yang akan mengaktifkan ekspresi gen
dari bakteri yang berperan pada nodulasi. Setelah adanya sinyal tadi,
bakteri (Rhizobia) akan mensintesis sinyal yang menginduksi
pembentukan meristem nodul dan memungkinkan bakteri untuk masuk ke dalam
meristem tersebut melalui proses infeksi. Sinyal‐sinyal kimia yang di
sintesis oleh bakteri itu pada dasarnya merupakan asam amino
termodifikasi (homoserin lakton) yang membawa subtituen rantai asil yang
bervariasi yang disebut asil homoserin lakton (AHL). Melalui
pendeteksian dan reaksi terhadap senyawa‐senyawa kimia tersebut sel‐sel
tanaman secara individu dapat merasakan berapa banyak sel yang
mengelilingi mereka1.
Interaksi secara simbiosis terjadi karena adanya pertukaran sinyal antara tumbuhan dan bakteri (Rhizobia).
tanaman mensekresikan senyawa‐senyawa flavonoid yang gugus fenolnya
bersama dengan NodD (protein penggerak) dari bakteri menginduksi
ekspresi dari gen pembentukan nodul dari Rhizobia (nod, nol, noe). Sebagai hasilnya, Rhizobia memproduksi Nod factors. Induksi Nod factors direspon oleh tanaman (yang salah satunya) dengan pembentukan nodul.
Proses pembentukan nodul terjadi melalui beberapa tahap perkembangan yang dimulai dengan kolonisasi bakteri Rhizobia dan lalu menempel pada rambut akar. Kemudian Rhizobia terjebak di dalam lekukan lipatan rambut akar yang kemudian mengakibatkan Rhizobia mencoba
masuk melalui dinding sel dengan menyusup dengan membentuk infeksi
(luka). Sel kortikoid tertentu dari tanaman membelah untuk membentuk
primordial nodul dan melalui primordial ini penyusupan sel secara
infeksi tumbuh. Pertumbuhan tersebut lebih lanjut akan membentuk suatu
tumor. Di dalam daerah infeksi tersebut bakteri membelah diri sebelum
akhirnya terbentuk nodul dan bakteri tersebut terdiferensiasi menjadi
bakteroid dan mulai mengikat nitrogen
Pada awal respon tanaman terhadap induksi Nod factors,
melibatkan aliran ion yang melewati membran plasma dan berasosiasi di
membran, yang diikuti getaran secara berkala ion kalsium yang diikuti
pembentukan ulang rambut akar dan inisiasi pembelahan sel kortikoid.
Pembentkan bintil akar membutuhkan Nod factors karena apabila Rhizobia tidak memproduksi Nod factors maka tidak akan terjadi pembentukan bintil.
Pengaruh dan Penerapan Bakteri Rhizobium sp Terhadap Mikrobiologi Pertanian
Pada dunia pertanian bakteri rhizobium sp mengikat
unsur nitrogen dari lingkungan sekitar dan menularkan ke tumbuhan,
tetapi bagian akar dan juga pada bagian tanah pada suatu tanaman.
Kebanyakan rhizobium sp menularkan pada tanaman yang berbiji : contohnya saja akar pada tanaman kedelai. Pada tanaman kedelai tersebut, bakteri rhizobium sp menempel
pada bintil akar. Dan itu membuat tanaman tersebut tumbuh subur dan
untuk melangsungkan hidupnya karena tanaman tersebut telah terinfeksi
oleh bakteri Rhizobium sp.
Tumbuhan yang bersimbiosis dengan Rhizobium banyak digunakan sebagai pupuk hijau seperti Crotalaria, Tephrosia, dan Indigofera.
Akar tanaman polong-polongan tersebut menyediakan karbohidrat dan
senyawa lain bagi bakteri melalui kemampuannya mengikat nitrogen bagi
akar. Jika bakteri dipisahkan dari inangnya (akar), maka tidak dapat
mengikat nitrogen sama sekali atau hanya dapat mengikat nitrogen sedikit
sekali. Bintil-bintil akar melepaskan senyawa nitrogen organik ke dalam
tanah tempat tanaman polong hidup. Dengan demikian terjadi penambahan
nitrogen yang dapat menambah kesuburan tanah.
Dalam penerapan tersebut sesuai dengan ayat Al- Baqaroh 164:
Artinya : Sesungguhnya dalam penciptaan
langit dan bumi, silih bergantinya malam dan siang, bahtera yang
berlayar di laut membawa apa yang berguna bagi manusia, dan apa yang
Allah turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu Dia hidupkan
bumi sesudah mati (kering)-nya dan Dia sebarkan di bumi itu segala jenis
hewan, dan pengisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit
dan bumi; sungguh (terdapat) tanda-tanda (keesaan dan kebesaran Allah)
bagi kaum yang memikirkan.
Kandungan yang terdapat
diatas menjelaskan bahwa bahwa semua jenis bakteri yang berasal dari
mikrobiologi pertanian itu semua adalah ciptaan Allah Maha Kuasa. Dan
juga dari penggalan bukti ayat-ayat Al-quran tersebut telah jelas bahwa
kita sebagai orang yang beriman, yang yakin akan adanya sang Khalik
harus percaya bahwa seluruh makhluk baik di langit dan di bumi, baik
berukuran besar maupun kecil, bahkan sampai mikroorganisme (jasad renik)
yang tidak dapat terlihat dengan mata telanjang adalah makhluk ciptaan
Allah SWT, sehingga dengan mengetahui dengan adanya mikrobiologi
lingkungan, pertanian maupun peternakan. Secara tidak langsung
pengetahuan tentang aqidah kitapun semakin bertambah. Sesungguhnya
manusia hanyalah sedikit pengetahuannya, jika dibandingkan dengan ilmu
Allah SWT yang maha luas dan tak terbatas.
Penggunaan Rhizobium sebagai pupuk hayati
Penggunaan Rhizobium sebagai
pupuk hayati memiliki prospek yang baik karena dapat meningkatkan
produktivitas tanah, membantu proses pelarutan hara, dan meningkatkan
daya dukung tanah sebagai akibat rendahnya aktivitas mikroba (Bertham et al.,
2005). Hubungan simbiosis ini menjadi alternatif sumber nitrogen
sehubungan dengan meningkatnya pemakaian pupuk nitrogen di dunia
(Suharjo, 2001). Penanaman kacangan penutup tanah ini pada saat
pembukaan lahan baru atau pada areal peremajaan dapat menghemat pupuk
sekitar 20-30% (Risza, 1994). Rhizobium yang berasosiasi dengan
tanaman legum mampu memenuhi 80% kebutuhan nitrogen tanaman legum dan
dapat meningkatkan produksi antara 10-25% (Sutanto, 2002 dalam
Rahmawati, 2005).
Penggunaan Rhizobium sebagai
biofertilizer memerlukan medium pembawa yang sesuai untuk
pertumbuhannya. Sampai saat ini masih terus dilakukan penelitian untuk
memperoleh medium pembawa yang tepat sehingga memungkinkan bakteri ini
memiliki daya hidup yang tinggi pada medium tersebut
Bakteri Rhizobium merupakan
mikroba yang mampu mengikat nitrogen bebas yang berada di udara menjadi
ammonia (NH3) yang akan diubah menjadi asam amino yang selanjutnya
menjadi senyawa nitrogen yang diperlukan tanaman untuk tumbuh dan
berkembang, sedangkan Rhizobium sendiri memperoleh karbohidrat
sebagai sumber energi dari tanaman inang (Allen dan Allen, 1981).
Penambatan nitrogen secara biologis diperkirakan menyumbang lebih dari
170 juta ton nitrogen ke biosfer per tahun, 80% di antaranya merupakan
hasil simbiosis antara bakteri Rhizobium dengan tanaman leguminosa (Peoples et al., 1997 dalam Prayitno et al., 2000).
Dalam keadaan lingkungan
yang memenuhi persyaratan tumbuh, simbiosis yang terjadi mampu memenuhi
50% atau bahkan seluruh kebutuhan nitrogen tanaman yang bersangkutan
dengan cara menambat nitrogen bebas (Saono, 1981). Di samping itu
bakteri Rhizobium tersebut mempunyai dampak yang positip baik
langsung maupun tidak langsung terhadap sifat fisik dan kimia tanah,
sehingga mampu meningkatkan kesuburan tanah (Alexander, 1977), namun
dalam kehidupannya bakteri Rhizobium tersebut sangat
dipengaruhi oleh kondisi tanah, terutama pH tanah (Skerman, 1977)
kondisi fisik, kimia serta biologi tanah (Sprent, 1976). Selain itu
faktor kompetisi merupakan faktor paling kritis yang menghambat
kesuksesan inokulasi .Rhizobium, kompetisi tidak hanya ada pada Rhizobium,
tetapi ada pada semua mikroba dalam kaitannya dengan ekologi mikroba
(Saraswati dan Susilowati, 1999), serta efisiensi inokulan Rhizobium untuk jenis tanaman tertentu perlu diperhatikan.
Mengingat besarnya peranan bakteri Rhizobium, maka keberadaan bakteri tersebut perlu dikonservasi dan diisolasi dalam bentuk koleksi kultur. Koleksi kultur bakteri memberikan jaminan bahwa bakteri yang telah didiskripsikan tersimpan dengan aman dan baik, sehingga tersedia setiap saat untuk keperluan generasi sekarang dan masa mendatang. Untuk selanjutnya isolat-isolat bakteri dari daerah tersebut yang akan digunakan kembali di kawasan ini sehingga mempunyai peluang keberhasilan yang lebih tinggi dari pada penggunaan inokulan yang berasal dari lokasi lain (Anas et al., 1998).
Produksi Massal Sel Rhizobium dengan Teknologi Bioproses
Suatu sistem teknikproduksi yang unggul
diperlukan untuk menghasilkan pupuk mikrob bermutu unggul sesuai
perannya yang sangat penting bagi sistem pertanian yang berkelanjutan.
Teknikproduksi inokulan Rhizobium yang selama
ini dilakukan lebih banyak bersifat skala kecil yang dibesarkan, bukan
skala besar yang sebenamya. Produksi massal sel Rhizobium pada
skala komersial membutuhkan volume biakan yang besar sehingga
diperlukan usaha peningkatan efisiensi biaya produksi. Untuk memperoleh
teknik produksi inokulan yang efisien deogan produktivitas tinggi
diperlukan teknologi produksi massal dengan fermentor atau teknologi
bioproses melalui aplikasi prinsip-prinsip keteknikan mendesain,
merekayasa, mengembangkan, dan melakukan analisis prosesproses biologis
(Schuler &Kargi 1992).
Penelitian aplikasi teknik bioproses masih sangat terbatas pada penggunaan inokulan
Rhizobium. Pengalaman di India menunjukkan bahwa di awal 1980-an, inokulan Rhizobium diasilkan dari dalam labu kocok, sehingga jumlah dan mutu hasilnya sangat bumk. Di tahun 1990-an, produksi Rhizobium dilakukan
dalam skala besar yang berorientasi padapemilihan galur yang sesuai
dengan fermentor ukuran 2000 liter untukpenyiapan inokulum (Alam 1994).
Hal yang sama juga dilakukan di Kanada (Stephens 1996, komunikasi
pribadi) pada tahun 1994 dengan fermentor ukuran 400 liter. Namun,
karenamutu produhya masib tetap bervariasi dan sulit menumnkan tingkat
kontaminasi maka diperlukan teknologi yang lebih efisien dengan
menggunakan fermentor yang lebih kecil(20 liter). Padaprinsipnya, teknik
skalapilot adalahperbesaran skalaproses produksi dari skala
laboratorium ke skala dengan volume produksi yang lebih besar dengan
penilaian efisiensi yang lebih terinci. Pada tabap ini faktor-faktor
yang tidak begitu diperhatikan sebelurnnya, seperti konsumsi energi,
jumlah kehilangan yang diperbolehkan, dan pengaturan tenaga kerja sangat
menentukan. Pada akhimya, teknikproduksi skala komersial adalah suatu
teknologi proses yang mampu menghasilkan suatu produk yang secara
ekonomis layak.
Penelitian penggandaan
skala dimana kondisi-kondisi optimal mulai diterapkan sangat penting
bagi optimasi pertumbuban mikrob dalam fermentor, dengan memasok sumber
energi, nutrisi penting untuk memenuhi semua kebutuhan biokatalis,
meniadakan komponen penghambat dari media, inokulum yang baik dan
kondisi fisika-kimiawi yang optimal. Jenis fermentor yang digunakan
dalam penelitian ini adalah fermentor airlift dengan sistem batch (tumpak) dan sistem fed batch (semisinambung).
Pada perbanyakan sistem tumpak, media atau substrat dimasukkan ke dalam
fermentor, lalu dimokulasi dan dibiarkan teraduk sampai selang waktu
tertentu. Pada sistem ini tidak dilakukan penambahan komponen substrat
setelab inokulasi bakteri ke dalam media steril di dalam fermentor,
kecuali penambahan oksigen steril, anti buih, dan asam atau basa untuk
mengatur pH. Laju pertumbuhan mikrob dinyatakan dalam jumlah sel per
satuan volume biakan atau dalam konsentrasi biomassa (gram massa sel
kering per satuan volume biakan).
Secara umum perturnhuban
mikroba dalam perbanyakan sistem tumpak terdiri atas beberapa fase,
yaitu adaptasi (lag), percepatan, logaritma, perlambatan, stasioner, dan
penurunan. Perbanyakan sistem semisinambung,merupakan perbanyakan
sistem tumpak yang menggunakan penambaban media secara sinambung dengan
aliran seragam sehingga volume biakan bertambah sesuai (Standbury &
Whitaker 1984). Selamaperbanyakan, substratyang diiasukkan ke dalam
biakan sama dengan substrat yang diionsumsi oleh sel mikrob. Meskipun
total biomassa dalam biakan meningkat sesuai dengan waktu, konsentrasi
sel tertinggal relatif konstan. Kondisi ini disebut steady state. Pada
saat itu, laju pertumbuhan rata-rata akan menurun sesuai dengan
peningkatan volume media. Residu substrat akan menurun sesuai dengan
penurunan laju pertumbuhan dan mengakibatkan peningkatan konsentrasi
sel. Perbanvakan biomassa sel Rhizobium dilakukan dalam dua tabapan.
Perbanyakan tahap I untuk menghasilkan biakan pemula. Masing-masing
biakan pemula dari agar-agar miring dibiakkan dalam 25 ml media sari
bhamir manitol (SKM). Perbanyakan tahap I1 untuk menghasilkan inokulan
dilakukan dengan menlbiakkan ketujuh campuran galur Rhizobium umur 24jam
dalam 500 ml SKM.
Galur Rhizobirmr. Pada
penelitian skala laboratorium digunakan Rhizobium tumbuh lambat
(Bradyrhizobium japonicurn galur RIFCB3) dan pada skala industri
digunakan 8 galur Rhizobiurn yang terdiri atas 6 galur Rhizobiurn tumbuh
cepat (Sinorhizobizninfiedii galur RIFCB 1, RIFCB2, RlFCB4, RIFCB5,
RIFCB6, RIFCB7), dan 2 galur Rhizobitnm tumbuh
lambat (Bradyrhizobiunzjaponicum galurRIFCB3
dan RFCB8). Seluruh galur bakteri (Tabel 1) merupakan galur terpilih
hasil seleksi terhadap kemampuanuya menamhat N, udara, tahan kondisi
tercekam (kemasaman-Al dan kekeringan) (Samswati 1999). Semuagalur
Rhizobiurn ditumbuhkanpadamedia agaragar SKM cair (Somasegaran &
Hoben 1994).
Biakan pemula untuk perbanyakan Rhizobium
skala laboratorium ,dibuat dengan cara menginokulasikan satu lup
Rhizobium galur RIFCB3 ke dalam duajenis media cair sai khamir glukosa
(SKG) dan SKMmasingmasing sebanyak 50 ml dan meuginkubasilcannya selama
24 jampadainkubator goyangdengan kecepatan goyang antara 100-150 rpm
pada suhu ruang 28-30°C. Sedangkan bialtan pemula skala industri dibuat
dengan menginokulasikan satu lup Rhizobiurn ke dalam 25 mlmedia SIW
cair, satu erlenmeyer untuk satu galur Rhizobizrm. Selanjutnya bialcan
diinkubasi dengan menggunakan cara yang sama.
Perbanyakan Biomassa Sel Rhizobium pada
Sltala Laboratorium. Dalam optimasi pertumbuhan Rhizobium digunakan
media yang mampu menyediakan sumber energi C, yaitu mediaSKG danmedia
SKM, sertamodifiasi mediamanitol bifasik (dua fase). Produksi biomassa
sel Rhizobium dilakukan dalam erlenmeyer 1 liter (volume kerja 500 ml)
dan fermentor beragitasi 2 liter (volume kerja 1 liter). Volume biakan
pemula yangdigunakan 5-1 0% dari volume mediacair dala~ne rlenmeyer atau
fermentor yang digunakan.
Perbanyakan sel Rhizobium dalam
erlenmeyer dilakukan dengan menginoltulasikan biakan pernula Ice dalam
500 ml media SI<G dan SI(M (volume biakan pemula 10% dari volnme
media cair dalam erlenmeyer). Selanjutnya bialcan tersebut di
inkubasikan pada inkubator goyang dengan kecepatan goyang antara 100-1
50 rpm pada suhu mang 28-30°C selama 24jam. Perbanyakan sel dalam
fermentor dilakukan dengan sistem tumpak dan bifasik. Perbanyakan
dilakukan dengan menginokulasikan biakan penlula ke dalam 1 liter media
SI<M (volume biakan pemula 5% dari volume media cair dalam fermentor)
dengan kecepatan agitasi 500 rpm, laju aerasi 0.5 vvm, suhu luang
28-3O0C, danpH 6.8-7.0.
Produksi Biomassa Sel Rhizobium
pada Skala Industri.bPerbanyakan galur ganda Rhizobium dengan sistem
semisinambung dilakukan dalam fermentor 30 liter dengan volume kerja
terpakai 10 liter. Kondisi perbanyakan dengan sistem ini meliputi aerasi
dengan laju alir 1-2 literudaralmenit, suhu mang 28-30QC, dan tekanan
udara dalam fermentor 0 psi serta tidak diberikan kontrol pH. Udara
dialirkau melalui filter steril dan dikeluarkan melalui saluran udara
keluar yang dilengkapi dengan filter juga.
Galur Rhizobium yang diperbanyak dalam
fermentor dengan sistem tumpak dilakukan dengan menginokulasikan
sebanyak 50 ml inokulan campuran ke dalam 500 ml media SKM dalam
erlenmeyer sebagai biakan pemula. Biakan diinkubasi pada inkubator
goyang dengan kecepatan goyang 100-150 rpm dan suhu mang 28-30°C selama
24 jam. Selanjutnya biakan pemula diinokulasikan ke dalam 9.5 liter
media SKM (volume biakan pemula 5% dari volume media cair dalam
fermentor). Aerasi dilakukan dengan memompakan udara steril dengan laju
1-2 literlmenit. Suhu dalam fermentor dipertabankanpada suhu ruang
28-30°C dan pH awal diatur pada tingkat pH netral (6.8-7.0). Inkubasi
dilakukan selamaenam hari danpengambilan contoh untuk pengamatan
dilakukan secara aseptik setiap 24 jam.
Perbanyakan Sel Rhizobium pada
Skala Laboratorium. Biakan pemula yang digunakan dalam penelitian ialah
had pertumbuhan pada jam ke-24 sampai jam ke-48. Pertumbuhan Rhizobium meningkat
2 kali lipat darijam ke-0 sampai dengan jam ke-24, meskipun pada selang
waktu tersebut pertumbuhan sel masih berada pada fase adaptasi dan pada
selang waktu antara 24 jam sampai 72 jam, pertumbuhan sel beradapada fase eksponensial. Pertumbuhan Rhizobium pada
media dengan sumber karbon glukosa dalam erlenmeyer goyang relatif
lambat dan kurang efisien. Tampaknya jenis sumber karbon glukosakurang
cocok untuk produksi biomassa Bradyrhizobium. Lambatnya
pertumbuhan serta sedikitnya biomassa yang terbentuk mengakibatkan
banyaknya substrat yang tersisa pada akhir perbanyakan. Pada skala
industri, ha1 ini tidak menguntungkan dan juga menimbulkan dampak
negatif pada lingkungan apabila sisa substrat akan dibuang ke
lingkungan. Nilai rendemen tertinggi, yaitu 0.005 mg seVmg substrat
menunjukkan bahwa banya sebagian kecil dari substrat yang digunakan
untuk produksi biomassa, sebagian besar substrat digunakan untuk
menghasilkan produk lain dan pemeliharaan sel karena suplai oksigen pada
perbanyakan dalam erlenmeyer h a n g mencukupi untuk pertumbuhan.
Apabila oksigen yang terdapat pada mang kosong dalan erlenmeyer sudah
semakin berkurang, maka suasana pertumbuhan menjadi semakin tidak
menguntungkan. Suasana kekurangan oksigen akan mengurangi produksi
energi untuk pertumbuhan sekaligus mengaliian alokasi penggunaan
substrat untuk pemeliharaan sel dan pembentukan produk sehingga
mengurangi produksi biomassa.
Produksi biomassa dalam erlenmeyer goyang
menggunakan sumber karbon manitol lebih baik 16 kali daripada glukosa.
Meskipun kecepatan pertumbuhan lambat, tetapi secara umum media SKM
sebagai sumber karbon jauh lebih baik daripada media SKG dari segi
jumlah biomassa yang dihasilkan, persentase substrat yang digunakan,
maupun efisiensi penggunaan substrat untuk pembentukan biomassa.
Pertumbuhan Rhizobium dalam
fermentor lebih cepat daripada erlenmeyer goyang. Suplai oksigen tidak
sinambung di dalam erlenmeyer goyang menumnkan produksi biomassa.
Oksigen mempakan syarat mutlak untuk pertumbuhan mikrobaerob. Oksigen
yang semakin langka tidak hanya mengurangi pertumbuhan, tetapi juga
mengakibatkan kematik sei. Penggunaan fermentor beragitasi dengan
oksigen yang disuplai secara sinambung melalui pompaperistaltikmemberi
aerasi lebih baik daripada erlenmeyer goyang. Pada waktu yang cukup
panjang, ketersediaan oksigen dalam ruang kosong akan semakin berkurang.
Namun, ha1 ini tidak berpengamh apabila biomassa yang dihasilkan tidak
banyak, tetapi jika biomassa yang dihasilkan semakin banyak, seperti
pertumbuhan pada media SKM, ketersediaan oksigen mempakan salah satu
faktor pembatas untuk mencapai hasil yang lebih tinggi lagi. Apabila
oksigen yang sebelunmya menjadi faktor pembatas telah mencukupi, maka
faktor pembatasnya ialah ketersediaan substrat dan atau terbentuknya
produk lain yang mungkin bersifat racun bagi sel. Bila kecenderungan
penumnan konsentrasi substrat dicemati, maka terlihat semakin lama
substrat yang tersedia semakin habis. Apabila substrat yang tersedia
tidak mencukupi lagi, maka sel akan mati. Sel yang mati biasanya akan
mengalami lisis dan digunakan oleh sel-sel yang masib hidup sehingga
jumlab sel total di dalam fermentor akan berkurang.
Perbanyakan sel Rhizobium pada Skala Industri. Pertumbuhan sel Rhizobium dengan
sistem tumpak mulai memasuki fase kematian pada jam ke-48. Pada fase
ini aktivitas bakteri menurun karena ketersediaan nutrien dalam media
berkurang. Adanya persaingan antara bakteri satu dengan lainnya
menyebabkan terjadinya kematian pada sebagian bakteri. Kondisi
lingkungan sebamsnya diupayakan agar mendekati kondisi lingkungan Rhizobium ketika
diinokulasikan ke alam. Faktor lingkungan seperti pH akah sangat
bergantung pada tujuan percobaan yang dilakukan. Apabila biomassa sel
yang diproduksi ditujukan untuk tanah masam, maka produksinya dapat
dikondisikan pada suasana masam atau bakteri h m s mampu beradaptasi
dengan keadaan tersebut. Pada penelitian ini, kontrol pH banya dilakukan
pada awal kultivasi. Rendahnya nilai pH ini disebabkan reaksi asam yang
dihasilkan oleh genus Sinorhizobiu~ng alur RIFCBl, RIFCB2,
RIFCB4, RIFCB5, RIFCB6, dan RIFCB7 relatif lebih besar dibandingkan
dengan jumlah senyawa penyebab reaksi alkali yang dihasilkan oleh Bradyrhizobium galur
RIFCB3. Namun, bakteri masih dapat bertahan hidup dan kinerja bakteri
meningkat meski pH-nya masih kurang dari 6. Menumt Cunningham dan Munns
(1984) eksopolisakharida yang dihasilkan oleh Rhizobium berfungsi
meningkatkan pH dan melindungi sel bakteri dari kondisi masam-Al, serta
mengkelat ion A13+ dan Mn2+. Dalam keadaan masam seperti ini galur Rhizobium uji
masib dapat tumbuh dengan baik dan mencapai 1 x 108sel/ml padajam
ke-120, meskipun tidak diietahui bakteri mana yangjumlahnya lebih
banyak. Penambahan galur RIFCB8 pada perbanyakan dengan sistem tumpak
menumnkan populasi sel maksimum dan laju pertumbuhan spesifik maksimum.
Perbanyakan galur Rhizobium (RECB1
… RIFCB7) dengan sistem semisinambung dengan jumlah dan jenis substrat
yang sama menunjukkan bahwa biomassa atau populasi sel yang dihasilkan
lebih tinggi daripada sistem tumpak. Perbanyakan dengan sistem ini
dirancang dengan pengaliran substrat ketika pertumbuhan sel Rhizobium berada
pada puncak fase eksponensial untuk mendapatkan sumber energi barn
untuk pertumbuhannya. Penambahan substrat barn menumnkan konsentrasi sel
per ml biakan karena laju alir penambahan substrat bam lebib besar
daripada kemampuan sel dalam menggunakan substrat barn sehingga
mengakibatkan efek pengenceran biakan, walaupun mungkin secara total
jumlah sel dalam fermentor meningkat.
Perbandingan Metode Perbanyakan.
Berdasarkan perbandingan ketiga metode perbanyakan, sistem tumpak biakan
ganda RIFCB 1 … RIFCB7 dan RIFCBl … RIFCB8, dan sistem semisinambung
RIFCBl … RIFCB7 terhadap laju pertumbuhan spesifik maksimum selama masa
inkubasi, maka laju pertumbuhan spesifik maksimum tertinggi ialah
perbanyakan sel Rhizobium dengan sistem semisinambung RIFCB1 …
RIFCB7 (0.135ljam) dengan waktu pencapaian tercepat ialah 24 jam, dan
terendah dengan sistem tumpak RIFCBl … RIFCB7 (0.077/jam) dengan waktu
pencapaian 72 jam. Nilai p umumnya berbanding lurus
dengan peningkatan jumlah mikroorganisme yang dihasilkan dalam kum waktu
tertentu. Jumlah sel mikroorganisme mempakan peubah mikrobiologi bagi
pertumbuhan dan kualitas biakan. Semakin tinggi jumlah sel bakteri dalam
biakan, maka peluang bakteri untuk dapat bersaing dengan bakteri
lainjuga lebih tinggi. Panen inokulan pada ketiga metode perbanyakan
dapat dilakukan setelah biakan bemur 24jam denganjumlah sel maksimum 10′
sel/ml, meskipun pencapaian jumlah maksimum sel ketiganya berbeda.
Tingkat populasi yang diperoleh ini dianggap memenuhi kebutuhan, temtama
ketika dipakai pada bahan pembawa yang tidak steril (Somasegaran &
Hoben 1994).
Laju pertumbuhan spesifk maksimum
tertinggi diperoleh pada metode perbanyakan dengan sistem semisinambung.
Fenomena yang te jadi pada sistem ini merupakan penemuan yang dapat
dimanfaatkan untuk efektivitas produksi massal sel Rhizobium pada
skala industri. Pada sistem ini panen dapat dilakukan lebih dari satu
kali dalam setiap periode produksi pada tingkat populasi sel lo9 sel/ml. Sistem ini merupakan alteruatif baru bilamana pabrik inokulan Rhizobium
menginginkan produksi mikrob dengan skala lebih besar dan
terus-menerus. Namun, perlu juga dipertimbangkan beberapa ha1 seperti
sumber daya manusia yangmemadai. Laboran hams dapat bekerja dengan baik,
karena kontaminasi yang menyebabkan kegagalan produksi dapat terjadi
pada saat mengalirkan subsrat segar ke dalam fermentor saat kultur
sebelurnnya selesai di panen. Bila berdasarkan pertimbangan bahwa
pesanan inokulan Rhizobium tidak terus-menerus
karena penggunaannya bergantung pada musim tanam kedelai maka lebih
baik menggunakan perbanyakan sistem tumpak.
Langkah –langkah pembuatan pupuk cair yang salah satunya menggunakan Rhizobium Sp
Kompos sebagai hasil dari pengolahan
sampah dan limbah organik, bermanfaat besar bagi upaya memperbaiki
struktur tanah dengan meningkatkan kandungan bahan organik (C- Organik)
dan akan meningkatkan kemampuan untuk mempertahankan kandungan air
tanah. Aktivitas mikrobia yang bermanfaat bagi tanaman akan meningkat
dengan penambahan kompos. Aktivitas mikrobia ini membantu tanaman untuk
menyerap unsur hara dari tanah. Aktivitas mikrobia juga diketahui dapat
membantu tanaman menghadapi serangan penyakit. Tanaman yang dipupuk
dengan kompos juga cenderung lebih baik kualitasnya daripada tanaman
dengan asupan pupuk kimia, misal: hasil panen lebih tahan disimpan,
lebih berat, lebih segar, lebih bernas dan lebih enak.
Kompos juga digunakan para pehobbies
tanaman hias, nursery dan bunga sebagai bahan yang baik dalam pembuatan
media tanam. Secara umum, media tanam harus mampu menjaga kelembaban
sekitar perakaran, menyediakan cukup udara ( memiliki porositas tinggi) ,
dan dapat menahan ketersediaan unsur hara. Kompos merupakan media tanam
organik yang bahan dasarnya berasal dari proses fermentasi tanaman atau
limbah organik, atau semua material yang berasal dari makhluk hidup
seperti jerami, sekam, daun, rumput, dan sampah kota. Kelebihan dari
penggunaan kompos sebagai media tanam adalah sifatnya yang mampu
mengembalikan kesuburan tanah melalui perbaikan sifat-sifat tanah,
secara fisik, kimiawi, maupun biologis. Selain itu, kompos juga menjadi
fasilitator dalam penyerapan unsur nitrogen ( N) yang sangat dibutuhkan
oleh semua tanaman.
Kompos yang telah dipasteurisasi dalam
bedeng jamur ( shed) dan suhu telah turun sampai 35-40 derajat C
dilakukan penaburan bibit jamur ( spawning) , jadilah kompos sebagai
media tanam jamur . Penaburan bibit dilakukan dengan memasukkan bibit ke
dalam lapisan kompos dan sisanya disebar diatas permukaan kompos,
dengan tinggi sekitar 25-30 cm. Pasteurisasi ialah pemanasan kompos dan
ruangan rumah jamur dengan uap panas sampai temperatur 70 derajat C
selama waktu 5-7jam. Suhu kompos dipertahankan 70 derajat C selama 2-3
jam.
Bagi kepentingan menyediakan pupuk hayati, kompos ( termasuk dalam katagori pupuk organik) adalah
pembawa ( carier) yang baik menyimpan mikrobia. Pupuk hayati ( mikroba)
tidak menyediakan hara bagi tanaman. Jadi tidak memiliki kandungan N,
P, atau K. Di alam mikroba-mikroba ini memiliki peranan yang sangat
penting bagi tanaman. Hampir seluruh proses penyerapan hara oleh tanaman
dibantu oleh mikroba. Bisa mengandung beberapa jenis mikroba, misal
yang berperan dalam menambat N dari udara, contohnya Azosprillium sp,
Azotobacter sp, Rhizobium sp ( pada kacang-kacangan) , atau ada juga
mikroba dalam pupuk hayati yang berperan dalam pelarutan hara P,
contohnya Aspergillus sp dan Penicillium sp. Memperkaya pupuk organik (
kompos) dengan mikroba sebenarnya adalah menggabungkan antara peran
pupuk organik – menyediakan hara dan ‘ vitamin’ bagi tanaman, sekaligus
menyediakan ‘ makanan’ untuk mikroba dalam pupuk hayati.
Kandungan bahan organik yang tinggi dalam
kompos sangat penting untuk memperbaiki kondisi tanah. Berdasarkan hal
tersebut dikenal 2 peranan kompos yakni soil conditioner dan soil
ameliorator. Soil condotioner yaitu peranan kompos dalam memperbaiki
struktur tanah, terutama tanah kering, sedangkan soil ameliorator
berfungsi dalam memperbaiki kemampuan tukar kation pada tanah. Kompos
yang baik untuk digunakan sebagai media tanam ketika telah mengalami
pelapukan sempurna, ditandai dengan perubahan warna dari bahan
pembentuknya ( menjadi hitam kecokelatan) , tidak berbau, memiliki kadar
air yang rendah, dan memiliki suhu sama dengan ruang. Sedangkan secara
laboratorium memiliki C/ N ratio yang < 20.
Hasil produk dan cara pemakaianAgrorama Decomposer
Biocompos (decomposer)
merupakan cairan bermaterikan mikrobia yang dapat mempercepat proses
perombakan dan peruraian. Penggunaannya sebagai media pengurai bahan
organik dalam proses pembuatan kompos aktif (dari 4 – 6 bulan dapat
dipersingkat 3-4 hari).
KOMPOSISI:- Aquades, molase, asam cuka, ekstrak azola, hara mikro, mikro
- Mikroorganisme: Lactobacillus Sp, Actinomycetes, Streptomyces Sp, Rhizobium, Acetyobacter, Mould, Yeast
- Melapukan bahan organik dan menguraikan bahan organik menjadi senyawa dasar/hara yang siap diserap tanaman.
- Menekan dan menghilangkan bakteri patogen/penyakit.
- Mengaktifkan dan meningkatkan biota tanah yang menguntungkan.
- Menetralisir kadar PH tanah menjadi netral.
- Media starter dalam proses fermentasi bahan organik di lapangan.
- Menghasilkan produk organik yang terbebas dari residu kimia.
- Meningkatkan produktivitas dan kualitas pertanian organik serta mempercepat umur panen.
- Sebagai hormon perangsang tumbuh alami dengan kandungan nutrisi yang lengkap.
- Sumber unsur organisme yang berkesinambungan.
- Meningkatkan daya tahan tanaman terhadap penyakit.
Dalam kegunaannya produk ini lebih
praktis dan efisien serta kinerjanya pun lebih efektif dibanding
produk-produk perusahaan lain yang sejenis.
PENGGUNAAN:- Kocok terlebih dahulu
- campurkan 2 – 4 cc cairan Decomposer ke dalam 1 liter air, semprotkan ke seluruh areal penanaman 3 (tiga) hari sebelum penanaman.
- Sterilisasi lahan dari mikro organisme yang tidak menguntungkan
- Menumbuhkan biji-bijian gulma, untuk kemudian biji-biji gulma tersebut akan mati sehingga lahan bebas dari gulma.
- Menginokulasi mikro organisme yang menguntungkan ke dalam tanah sehingga tanah dapat terjaga kelestarian dan kesuburannya karena adanya peningkatan aktivitas mikro organisme tersebut di dalam tanah.
Campurkan larutan di atas pada pupuk
kandang atau seresah bahan organik secara merata (1 ton bahan organik: 1
liter “Bio Alam” Decomposer, kemudian diperam selama 3 – 5 hari).
Fungsi Perlakuan adalah:- Membantu proses dekomposisi bahan organik.
- Media starter proses fermentasi bahan organik.
DAFTAR PUSTAKA
Alexander, M. 1977. Soil Microbiology. 2 nd ed. John Wiley and Sons. Inc. New York. 472 p.
Allen, O.N., and E. K. Allen. 1981. The Leguminosae. The University of Winconsin. Press. Madison. 812 p.
Anas, I., K. Widyastuti, A.A.I.
Kesumadewi dan G. Kirana. 1998. Mikrobe penambat nitrogen dan pelarut
fosfat dari rhizosfer padi dan tanah rawa kawasan PLG satu juta hektar,
Kalimantan Tengah. Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Permi, Bandar
Lampung, 14-15 Desember 1998. h: 582-591.
Gibson, A.H. 1981. Current Perspectives
in Nitrogen Fixation. Proceeding of the fourth International Symposium
on Nitrogen Fixation. Aust. Academy of Sci. Camberra, Australia, 1-5
Desember 1980. 534 p.
James, E.K., F.L. Olivares, A.L.M. de
Oliviera., F.B. dos Reis J.r., L.G. da Silva and V.M. Reis. 2001.
Further observations on the interaction between sugarcane and
Gluconacetobacter diazotrophicus under laboratory and greenhouse
condition. J. Exp. Botany 52: 547- 760. Kirchhof, G., V.M. Reis, J.L.
Baldani., B. Eckert., J.
Dobereiner., and A. Hartman. 1997.
Occurrence, physiological, and molekuler analysis of endophitic
diazothropic bacteria in gramineous energy plants. Plant and Soil 194: 45-55.
Lay, B.W. 1994. Analisis Mikroorganisme di Laboratorium. P.T. Raja Grafindo Persada. 168 h.
Prayitno. J., J.J. Weinman., M.A. Djordjevic dan B.G.
Rolfe. 2000. Pemanfaatan protein pendar hijau (Green Fluorescent Protein) untuk mempelajari kolonisasi Bakteri Rhizobium. Prosiding Seminar Nasional Biologi XVI. Institut Tehnologi Bandung, Bandung, 26-27 Juli 2000. pp. 272-377.
Saono, S. 1981. Mikrobiologi di
Indonesia. Kumpulan Makalah Konggres Nasional Mikrobiologi III, Jakarta,
26-28 Nopember 1981.pp. 348-354.
Saraswati, R dan D.N. Susilowati. 1999. Rhizobium dan
pemanfaatannya sebagai pupuk hayati. Seminar sehari Workshop Peranan
Culture Collection dan Preservasi Mikroorganisme. Jurusan FMIPA UI,
Jakarta 8-9 Maret 1999. 13 h.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
beri komentarx