Kamis, 28 Juni 2012

PEMANFAATAN RHIZOBIUM SP GUNA MENYUBURKAN TANAH UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS PERTANIAN DI INDONESIA

Sejalan dengan semakin meningkatnya kesadaran manusia akan kerusakanlingkungan dan munculnya berbagai penyakit yang disebabkan penggunaan bahan kimia secara berlebihan pada makanan, pertanian muncul sebagai sebuah alternatif yang menjadi pilihan bagi banyak orang. Pertanian organik dapat dikatakan sebagai suatu sistem bertani selaras alam, mengembalikan siklus ekologi dalam suatu areal pertanian membentuk suatu aliran yang siklik dan seimbang
.
            Secara perlahan tapi pasti sistem prtanian organik mulai berkembang di berbagai belahan bumi, baik di negara maju dan negara berkembang. Masyarakat mulai melihat berbagai manfaat yang dapat diperoleh dengan sistem pertanian organik ini, seperti lingkungan yang tetap terjaga kelestariannya dan dapat mengkonsumsi produk pertanian yang relatif lebih sehat karena bebas dari bahan kimia yang dapat menimbulkan dampak negatif bagi kesehatan. Mengingat besarnya peranan bakteri Rhizobium, maka keberadaan bakteri tersebut perlu dikonservasi dan diisolasi dalam bentuk koleksi kultur. Koleksi kultur bakteri memberikan jaminan bahwa bakteri yang telah didiskripsikan tersimpan dengan aman dan baik, sehingga tersedia setiap saat untuk keperluan generasi sekarang dan masa mendatang.
Beberapa mikroorganisme seperti Rhizobium, Azospirillum dan Azootobacter, Mikoriza, bakteri pelarut fosfat, Mikoriza perombak selulosa dan Efective Microorganism (EM) bila dimanfaatkan secara tepat dalam sistem pertanian organik akan membawa pengaruh yang positif baik bagi ketersediaan unsur hara yang dibutuhkan tanaman, lingkungan edapik, maupun upaya pengendalian beberapa jenis penyakit. Sehingga dapat diperoleh pertumbuhan dan produksi tanaman yang optimal dan hasil panen yang lebih sehat. Mikroorganisme tersebut sering disebut sebagai Biofertilizer atau pupuk hayati
Prospek Pertanian Organik di Indonesia
Memasuki  abad 21, masyarakat dunia mulai sadar bahaya yang ditimbulkan oleh pemakaian bahan kimia sintetis dalam pertanian. Orang semakin arif dalam memilih bahan pangan yang aman bagi kesehatan dan ramah lingkungan. Gaya hidup sehat dengan slogan “Back to Nature” telah menjadi trend baru meninggalkan pola hidup lama yang menggunakan bahan kimia non alami, seperti pupuk, pestisida kimia sintetis dan hormon tumbuh dalam produksi pertanian. Pangan yang sehat dan bergizi tinggi dapat diproduksi dengan metode baru yang dikenal dengan pertanian organik.
            Pertanian organik adalah teknik budidaya pertanian yang mengandalkan bahan-bahan alami tanpa menggunakan bahan-bahan kimia sintetis. Tujuan utama pertanian organik adalah menyediakan produk-produk pertanian, terutama bahan pangan yang aman bagi kesehatan produsen dan konsumennya serta tidak merusak lingkungan. Gaya hidup sehat demikian telah melembaga secara internasional yang mensyaratkan jaminan bahwa produk pertanian harus beratribut aman dikonsumsi (food safety attributes), kandungan nutrisi tinggi (nutritional attributes) dan ramah lingkungan (eco-labelling attributes). Preferensi konsumen seperti ini menyebabkan permintaan produk pertanian organik dunia meningkat pesat.
            Indonesia memiliki kekayaan sumberdaya hayati tropika yang unik, kelimpahan sinar matahari, air dan tanah, serta budaya masyarakat yang menghormati alam, potensi pertanian organik sangat besar. Pasar produk pertanian organik dunia meningkat 20% per tahun, oleh karena itu pengembangan budidaya pertanian organik perlu diprioritaskan pada tanaman bernilai ekonomis tinggi untuk memenuhi kebutuhan pasar domestik dan ekspor.
Peluang Pertanian Organik di Indonesia
            Luas lahan yang tersedia untuk pertanian organik di Indonesia sangat besar. Dari 75,5 juta ha lahan yang dapat digunakan untuk usaha pertanian, baru sekitar 25,7 juta ha yang telah diolah untuk sawah dan perkebunan (BPS, 2000). Pertanian organik menuntut agar lahan yang digunakan tidak atau belum tercemar oleh bahan kimia dan mempunyai aksesibilitas yang baik. Kualitas dan luasan menjadi pertimbangan dalam pemilihan lahan. Lahan yang belum tercemar adalah lahan yang belum diusahakan, tetapi secara umum lahan demikian kurang subur. Lahan yang subur umumnya telah diusahakan secara intensif dengan menggunakan bahan pupuk dan pestisida kimia. Menggunakan lahan seperti ini memerlukan masa konversi cukup lama, yaitu sekitar 2 tahun. Volume produk pertanian organik mencapai 5-7% dari total produk pertanian yang diperdagangkan di pasar internasional. Sebagian besar disuplay oleh negara-negara maju seperti Australia, Amerika dan Eropa. Di Asia, pasar produk pertanian organik lebih banyak didominasi oleh negara-negara timur jauh seperti Jepang, Taiwan dan Korea.
            Potensi pasar produk pertanian organik di dalam negeri sangat kecil, hanya terbatas pada masyarakat menengah ke atas. Berbagai kendala yang dihadapi antara lain: 1) belum ada insentif harga yang memadai untuk produsen produk pertanian organik, 2) perlu investasi mahal pada awal pengembangan karena harus memilih lahan yang benar-benar steril dari bahan agrokimia, 3) belum ada kepastian pasar, sehingga petani enggan memproduksi komoditas tersebut. Areal tanam pertanian organik, Australia dan Oceania mempunyai lahan terluas yaitu sekitar 7,7 juta ha. Eropa, Amerika Latin dan Amerika Utara masing-masing sekitar 4,2 juta; 3,7 juta dan 1,3 juta hektar. Areal tanam komoditas pertanian organik di Asia dan Afrika masih relatif rendah yaitu sekitar 0,09 juta dan 0,06 juta hektar (Tabel 1). Sayuran, kopi dan teh mendominasi pasar produk pertanian organik internasional di samping produk peternakan.
Tabel 1. Areal tanam pertanian organik masing-masing wilayah di dunia, 2002
No. Wilayah Areal Tanam (juta ha)
  1. Australia dan Oceania 7,70
  2. Eropa 4,20
  3. Amerika Latin 3,70
  4. Amerika Utar 1,30
  5. Asia 0,09
  6. Afrika 0,06
Sumber: IFOAM, 2002; PC-TAS, 2002.
Indonesia memiliki potensi yang cukup besar untuk bersaing di pasar internasional walaupun secara bertahap. Hal ini karena berbagai keunggulan komparatif antara lain : 1) masih banyak sumberdaya lahan yang dapat dibuka untuk mengembangkan sistem pertanian organik, 2) teknologi untuk mendukung pertanian organik sudah cukup tersedia seperti pembuatan kompos, tanam tanpa olah tanah, pestisida hayati dan lain-lain. Pengembangan selanjutnya pertanian organik di Indonesia harus ditujukan untuk memenuhi permintaan pasar global. Oleh sebab itu komoditas-komoditas eksotik seperti sayuran dan perkebunan seperti kopi dan teh yang memiliki potensi ekspor cukup cerah perlu segera dikembangkan. Produk kopi misalnya, Indonesia merupakan pengekspor terbesar kedua setelah Brasil, tetapi di pasar internasional kopi Indonesia tidak memiliki merek dagang.
            Pengembangan pertanian organik di Indonesia belum memerlukan struktur kelembagaan baru, karena sistem ini hampir sama halnya dengan pertanian intensif seperti saat ini. Kelembagaan petani seperti kelompok tani, koperasi, asosiasi atau korporasi masih sangat relevan. Namun yang paling penting lembaga tani tersebut harus dapat memperkuat posisi tawar petani.
Pertanian Organik Modern
            Beberapa tahun terakhir, pertanian organik modern masuk dalam sistem pertanian Indonesia secara sporadis dan kecil-kecilan. Pertanian organik modern berkembang memproduksi bahan pangan yang aman bagi kesehatan dan sistem produksi yang ramah lingkungan. Tetapi secara umum konsep pertanian organik modern belum banyak dikenal dan masih banyak dipertanyakan. Penekanan sementara ini lebih kepada meninggalkan pemakaian pestisida sintetis. Dengan makin berkembangnya pengetahuan dan teknologi kesehatan, lingkungan hidup, mikrobiologi, kimia, molekuler biologi, biokimia dan lain-lain, pertanian organik terus berkembang. Dalam sistem pertanian organik modern diperlukan standar mutu dan ini diberlakukan oleh negara-negara pengimpor dengan sangat ketat. Sering satu produk pertanian organik harus dikembalikan ke negara pengekspor termasuk ke Indonesia karena masih ditemukan kandungan residu pestisida maupun bahan kimia lainnya.
Banyaknya produk-produk yang mengklaim sebagai produk pertanian organik yang tidak disertifikasi membuat keraguan di pihak konsumen. Sertifikasi produk pertanian organik dapat dibagi menjadi dua kriteria yaitu:
a) Sertifikasi Lokal untuk pangsa pasar dalam negeri. Kegiatan pertanian ini masih mentoleransi penggunaan pupuk kimia sintetis dalam jumlah yang minimal atau Low External Input Sustainable Agriculture (LEISA), namun sudah sangat membatasi penggunaan pestisida sintetis. Pengendalian OPT dengan menggunakan biopestisida, varietas toleran, maupun agensia hayati. Tim untuk merumuskan sertifikasi nasional sudah dibentuk oleh Departemen Pertanian dengan melibatkan perguruan tinggi dan pihak-pihak lain yang terkait.
b) Sertifikasi Internasional untuk pangsa ekspor dan kalangan tertentu di dalam negeri, seperti misalnya sertifikasi yang dikeluarkan oleh SKAL ataupun IFOAM. Beberapa persyaratan yang harus dipenuhi antara lain masa konversi lahan, tempat penyimpanan produk organik, bibit, pupuk dan pestisida serta pengolahan hasilnya harus memenuhi persyaratan tertentu sebagai produk pertanian organik.
Beberapa komoditas prospektif yang dapat dikembangkan dengan sistem pertanian organik di Indonesia antara lain tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, tanaman rempah dan obat, serta peternakan, (Tabel 2). Menghadapi era perdagangan bebas pada tahun 2010 mendatang diharapkan pertanian organik Indonesia sudah dapat mengekspor produknya ke pasar internasional.
Tabel 2. Komoditas yang layak dikembangkan dengan sistem pertanian organik
No Kategori Komoditi
1. Tanaman Pangan Padi
2. Hortikultura Sayuran: brokoli, kubis merah, petsai, caisin, cho putih, kubis tunas, bayam daun, labu siyam, oyong dan baligo. Buah: nangka, durian, salak, mangga, jeruk dan manggis.
3. Perkebunan Kelapa, pala, jambu mete, cengkeh, lada, vanili dan kopi.
4. Rempah dan obat Jahe, kunyit, temulawak, dan temu-temuan lainnya.
5. Peternakan Susu, telur dan daging
Upaya penyuburan tanah

Menyuburkan tanah harus diusahakan dengan mendaur ulang bahan alam ke dalam tanah, seperti kompos tanaman. Penggunaan pupuk kandang dan kompos yang berasal dari binatang sangat bermanfaat bagi kesuburan tanah. Semua jenis kotoran ternak, urine, kompos, guano, dan limbah rumah potong hewan diperbolehkan selama tidak berasal dari factory farming atau pabrik dan peternakan yang menggunakan bahan-bahan kimia sintetis yang tidak diperkenankan dalam pertanian organik.
Penggunaan kotoran manusia Penyubur Tanah, termasuk air comberan atau septic tank diperbolehkan sebatas terhadap tanaman yang tidak langsung dikonsumsi manusia (tanaman tahunan) dan perlu diaerasi terlebih dahulu. Dengan kata lain, tidak diperkenankan pemakaian langsung, apalagi terhadap tanaman yang langsung dikonsumsi manusia, seperti sayuran, buah-buahan, atau tanaman hortikultura.
Pemanfaatan mikroba merupakan salah satu cara untuk Penyubur Tanah yang saat ini sudah banyak dipraktikkan, seperti pemberian bakteri Rhizobium sp. (sudah banyak dijual dalam kemasan) ke dalam tanah, sehingga unsur nitrogen akan menjadi tersedia di dalam tanah. Unsur nitrogen pun bisa ditambahkan dengan cara mencampur tanah yang berasal dari lahan yang mengandung bintil akar seperti kedelai ke dalam tanah yang akan digunakan dengan harapan bakteri Rhizobium dapat dipindahkan bersama tanah.
Pemanfaatan Rhizobium dalam Produksi Pertanian Dilakukan Melalui:
  1. Pemeliharaan dan peningkatan kesuburan tanah dengan memanfaatkan mikrobia yang berperan dalam siklus Nitrogen (mikrobia penambat nitrogen, mikrobia amonifikasi, nitrifikasi, dan denitrifikasi), Fosfor (mikrobia pelarut fosfat), Sulfur (Mikrobia pengoksidasi sulfur), dan Logam-logam (Fe, Cu, Mn, dan Al),
  2. Pemeliharaan kesehatan tanah dengan memanfaatkan mikrobia penekan organisma pengganggu tanaman (OPT),
  3. Pemulihan kesehatan tanah dengan memanfaatkan mikrobia pendekomposisi / penyerap senyawa-senyawa toksik terhadap mahluk hidup (Bioremediasi),
  4. Pemacuan pertumbuhan tanaman dengan memanfaatkan mikrobia penghasil fitohormon.
Pengertian Rhizobium sp.
            Rhizobium (yang terkenal adalah Rhizobium leguminosarum) adalah basil yang gram negatif yang merupakan penghuni biasa didalam tanah. Bakteri ini masuk melalui bulu-bulu akar tanaman berbuah polongan dan menyebabkan jaraingan agar tumbuh berlebih-lebihan hingga menjadi kutil-kutil. Bakteri ini hidup dalam sel-sel akar dan memperoleh makanannya dari sel-sel tersebut. Biasanya beberapa spesies Actinomycetes kedapatan bersama-sama dengan Rhizobium sp dalam satu sel.
            Bakteri nitrogen adalah bakteri yang mampu mengikat nitrogen bebas dari udara dan mengubahnya menjadi suatu senyawa yang dapat diserap oleh tumbuhan. Karena kemampuannya mengikat nitrogen di udara, bakteri-bakteri tersebut berpengaruh terhadap nilai ekonomi tanah pertanian. Kelompok bakteri ini ada yang hidup bebas maupun simbiosis. Bakteri nitrogen yang hidup bebas yaitu Azotobacter chroococcum, Clostridium pasteurianum, dan Rhodospirillum rubrum. Bakteri nitrogen yang hidup bersimbiosis dengan tanaman polong-polongan yaitu Rhizobium leguminosarum, yang hidup dalam akar membentuk nodul atau bintil-bintil akar. Tumbuhan yang bersimbiosis dengan Rhizobium banyak digunakan sebagai pupuk hijau seperti Crotalaria, Tephrosia, dan Indigofera. Akar tanaman polong-polongan tersebut menyediakan karbohidrat dan senyawa lain bagi bakteri melalui kemampuannya mengikat nitrogen bagi akar. Jika bakteri dipisahkan dari inangnya (akar), maka tidak dapat mengikat nitrogen sama sekali atau hanya dapat mengikat nitrogen sedikit sekali. Bintil-bintil akar melepaskan senyawa nitrogen organik ke dalam tanah tempat tanaman polong hidup. Dengan demikian terjadi penambahan nitrogen yang dapat menambah kesuburan tanah.
Bakteri Rhizobium sp dan Daur Hidupnya
            Sumber utama nitrogen adalah nitrogen bebas (N2) yang terdapat di atmosfir, yang takarannya mencapai 78% volume, dan sumber lainnya yang ada di kulit bumi dan perairan. Nitrogen juga terdapat dalam bentuk yang kompleks, tetapi hal ini tidak begitu besar sebab sifatnya yang mudah larut dalam air.
            Pada umumnya derivat nitrogen sangat penting bagi kebutuhan dasar nutrisi, tetapi dalam kenyataannya substansi nitrogen adalah hal yang menarik sebagai polutan di lingkungan. Terjadinya perubahan global di lingkungan oleh adanya interaksi antara nitrogen oksida dengan ozon di zona atmosfir. Juga adanya perlakuan pemupukan (fertilization treatment) yang berlebihan dapat mempengaruhi air tanah (soil water), sehingga dapat mempengaruhi kondisi air minum bagi manusia. Bentuk atau komponen N di atmosfir dapat berbentuk ammonia (NH3), molekul nitrogen (N2), dinitrit oksida (N2O), nitrogen oksida (NO), nitrogen dioksida (NO2), asam nitrit (HNO2), asam nitrat (HNO3), basa amino (R3-N) dan lain-lain dalam bentuk proksisilnitri. Dalam telaah kesuburan tanah proses pengubahan nitrogen dapat dilakukan dengan berbagai cara, yaitu mineralisasi senyawa nitrogen komplek, amonifikasi, nitrifikasi, denitrifikasi, dan volatilisasi ammonium.
            Sejumlah organisme mampu melakukan fiksasi N dan N-bebas akan berasosiasi dengan tumbuhan. Senyawa N-amonium dan N-nitrat yang dimanfaatkan oleh tumbuhan akan diteruskan ke hewan dan manusia dan kembali memasuki sistem lingkungan melalui sisa-sisa jasad renik. Proses fiksasi memerlukan energi yang besar, dan enzim (nitrogenase) bekerja dan didukung oleh oksigen yang cukup. Kedua faktor ini sangat penting dalam memindahkan N-bebas dan sedikit simbiosis oleh organisme.
            Nitrogenase mengandung protein besi-belerang dan besi-molibdenum, dan mereduksi nitrogen dengan koordinasi dan transfer elektron dan proton secara kooperatif, dengan menggunakan MgATP sebagai sumber energi. Karena pentingnya reaksi ini, usaha-usaha untuk mengklarifikasi struktur nitrogenase dan mengembangkan katalis artifisial untuk fiksasi nitrogen telah dilakukan secara kontinyu selama beberapa tahun. Baru-baru ini, struktur pusat aktif nitrogenase yang disebut dengan kofaktor besi-molibdenum telah ditentukan dengan analisis kristal tunggal dengan sinar-X. Nitrogen organic diubah menjadi mineral N-amonium oleh mikroorganisasi dan beberapa hewan yang dapat memproduksi mineral tersebut seperti : protozoa, nematoda, dan cacing tanah. Serangga tanah, cacing tanah, jamur, bakteri dan aktinbimesetes merupakan biang penting tahap pertama penguraian senyawa N-organik dalam bahan organic dan senyawa N-kompleks lainnya. Semua mikroorganisme mampu melakukan fiksasi nitrogen, dan berasosiasi dengan N-bebas yang berasal dari tumbuhan. Nitrogen dari proses fiksasi merupakan sesuatu yang penting dan ekonomis yang dilakukan oleh bakteri genus Rhizobium dengan tumbuhan Leguminosa termasuk Trifollum spp, Gylicene max (soybean), Viciafaba (brand bean), Vigna sinensis (cow-pea), Piscera sativam (chick-pea), dan Medicago sativa (lucerna). Bakteri dalam genus Rhizobium merupakan bakteri gram negatif, berbentuk bulat memanjang, yang secara normal mampu memfiksasi nitrogen dari atmosfer. Umumnya bakteri ini ditemukan pada nodul akar tanaman leguminosae.
            Rhizobium berasal dari dua kata yaitu Rhizo yang artinya akar dan bios yang berarti hidup. Rhizobium adalah bakteri yang bersifat aerob, bentuk batang, koloninya berwarna putih berbentuk sirkulasi, merupakan penghambat nitrogen yang hidup di dalam tanah dan berasosiasi simbiotik dengan sel akar legume, bersifat host spesifik satu spesies Rhizobium cenderung membentuk nodul akar pada satu spesies tanaman legume saja. Bakteri Rhizobium adalah organotrof, aerob, tidak berspora, pleomorf, gram negatif dan berbentuk batang. Bakteri rhizobium mudah tumbuh dalam medium pembiakan organik khususnya yang mengandung ragi atau kentang. Pada suhu kamar dan pH 7,0 – 7,2.
Morfologi Rhizobium dikenal sebagai bakteroid. Rhizobium menginfeksi akar leguminoceae melalui ujung-ujung bulu akar yang tidak berselulose, karena bakteri Rhizobium tidak dapat menghidrolisis selulose.Rhizobium yang tumbuh dalam bintil akar leguminoceae mengambil nitrogen langsung dari udara dengan aktifitas bersama sel tanaman dan bakteri, nitrogen itu disusun menjadi senyawaan nitrogen seperti asam-asam amino dan polipeptida yang ditemukan dalam tumbuh-tumbuhan, bakteri dan tanak disekitarnya. Baik bakteri maupun legum tidak dapat menambat nitrogen secara mandiri, bila Rhizobium tidak ada dan nitrogen tidak terdapat dalam tanah legum tersebut akan mati. Bakteri Rhizobium hidup dengan menginfeksi akar tanaman legum dan berasosiasi dengan tanaman tersebut, dengan menambat nitrogen.
Interaksi Rhizobium dengan tanah dan tanaman



Rhizobium yang tumbuh dalam bintil akar leguminoceae mengambil nitrogen langsung dari udara dengan aktifitas bersama sel tanaman dan bakteri, nitrogen itu disusun menjadi senyawaan nitrogen seperti asam-asam amino dan polipeptida yang ditemukan dalam tumbuh-tumbuhan, bakteri dan tanak disekitarnya. Baik bakteri maupun legum tidak dapat menambat nitrogen secara mandiri, bila Rhizobium tidak ada dan nitrogen tidak terdapat dalam tanah legum tersebut akan mati. Bakteri Rhizobium hidup dengan menginfeksi akar tanaman legum dan berasosiasi dengan tanaman tersebut, dengan menambat nitrogen.
Pada dunia pertanian bakteri rhizobium sp mengikat unsur nitrogen dari lingkungan sekitar dan menularkan ke tumbuhan, tetapi bagian akar dan juga pada bagian  tanah pada suatu tanaman. Kebanyakan  rhizobium sp menularkan pada tanaman yang berbiji : contohnya saja akar pada tanaman kedelai.
Pada tanaman kedelai tersebut, bakteri rhizobium sp menempel pada bintil akar. Dan itu membuat tanaman tersebut tumbuh subur dan untuk melangsungkan hidupnya karena tanaman tersebut telah terinfeksi oleh bakteri Rhizobium sp.
Tumbuhan yang bersimbiosis dengan Rhizobium banyak digunakan sebagai pupuk hijau seperti Crotalaria, Tephrosia, dan Indigofera. Akar tanaman polong-polongan tersebut menyediakan karbohidrat dan senyawa lain bagi bakteri melalui kemampuannya mengikat nitrogen bagi akar. Jika bakteri dipisahkan dari inangnya (akar), maka tidak dapat mengikat nitrogen sama sekali atau hanya dapat mengikat nitrogen sedikit sekali. Bintil-bintil akar melepaskan senyawa nitrogen organik ke dalam tanah tempat tanaman polong hidup. Dengan demikian terjadi penambahan nitrogen yang dapat menambah kesuburan tanah.
Proses Pembentukan Bintil Akar
Terjadinya bintil akar diawali oleh interaksi antara tanaman dan bakteri Rhizobia. Akar tanaman mengeluarkan sinyal yang akan mengaktifkan ekspresi gen dari bakteri yang berperan pada nodulasi. Setelah adanya sinyal tadi, bakteri (Rhizobia) akan mensintesis sinyal yang menginduksi pembentukan meristem nodul dan memungkinkan bakteri untuk masuk ke dalam meristem tersebut melalui proses infeksi. Sinyal‐sinyal kimia yang di sintesis oleh bakteri itu pada dasarnya merupakan asam amino termodifikasi (homoserin lakton) yang membawa subtituen rantai asil yang bervariasi yang disebut asil homoserin lakton (AHL). Melalui pendeteksian dan reaksi terhadap senyawa‐senyawa kimia tersebut sel‐sel tanaman secara individu dapat merasakan berapa banyak sel yang mengelilingi mereka1.
Interaksi secara simbiosis terjadi karena adanya pertukaran sinyal antara tumbuhan dan bakteri (Rhizobia). tanaman mensekresikan senyawa‐senyawa flavonoid yang gugus fenolnya bersama dengan NodD (protein penggerak) dari bakteri menginduksi ekspresi dari gen pembentukan nodul dari Rhizobia (nod, nol, noe). Sebagai hasilnya, Rhizobia memproduksi Nod factors. Induksi Nod factors direspon oleh tanaman (yang salah satunya) dengan pembentukan nodul.
Proses pembentukan nodul terjadi melalui beberapa tahap perkembangan yang dimulai dengan kolonisasi bakteri Rhizobia dan lalu menempel pada rambut akar. Kemudian Rhizobia terjebak di dalam lekukan lipatan rambut akar yang kemudian mengakibatkan Rhizobia mencoba masuk melalui dinding sel dengan menyusup dengan membentuk infeksi (luka). Sel kortikoid tertentu dari tanaman membelah untuk membentuk primordial nodul dan melalui primordial ini penyusupan sel secara infeksi tumbuh. Pertumbuhan tersebut lebih lanjut akan membentuk suatu tumor. Di dalam daerah infeksi tersebut bakteri membelah diri sebelum akhirnya terbentuk nodul dan bakteri tersebut terdiferensiasi menjadi bakteroid dan mulai mengikat nitrogen
Pada awal respon tanaman terhadap induksi Nod factors, melibatkan aliran ion yang melewati membran plasma dan berasosiasi di membran, yang diikuti getaran secara berkala ion kalsium yang diikuti pembentukan ulang rambut akar dan inisiasi pembelahan sel kortikoid. Pembentkan bintil akar membutuhkan Nod factors karena apabila Rhizobia tidak memproduksi Nod factors maka tidak akan terjadi pembentukan bintil.
Pengaruh dan Penerapan Bakteri Rhizobium sp Terhadap Mikrobiologi Pertanian
            Pada dunia pertanian bakteri rhizobium sp mengikat unsur nitrogen dari lingkungan sekitar dan menularkan ke tumbuhan, tetapi bagian akar dan juga pada bagian  tanah pada suatu tanaman. Kebanyakan  rhizobium sp menularkan pada tanaman yang berbiji : contohnya saja akar pada tanaman kedelai. Pada tanaman kedelai tersebut, bakteri rhizobium sp menempel pada bintil akar. Dan itu membuat tanaman tersebut tumbuh subur dan untuk melangsungkan hidupnya karena tanaman tersebut telah terinfeksi oleh bakteri Rhizobium sp.
            Tumbuhan yang bersimbiosis dengan Rhizobium banyak digunakan sebagai pupuk hijau seperti Crotalaria, Tephrosia, dan Indigofera. Akar tanaman polong-polongan tersebut menyediakan karbohidrat dan senyawa lain bagi bakteri melalui kemampuannya mengikat nitrogen bagi akar. Jika bakteri dipisahkan dari inangnya (akar), maka tidak dapat mengikat nitrogen sama sekali atau hanya dapat mengikat nitrogen sedikit sekali. Bintil-bintil akar melepaskan senyawa nitrogen organik ke dalam tanah tempat tanaman polong hidup. Dengan demikian terjadi penambahan nitrogen yang dapat menambah kesuburan tanah.
Dalam penerapan tersebut sesuai dengan ayat Al- Baqaroh 164:

Artinya : Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya malam dan siang, bahtera yang berlayar di laut membawa apa yang berguna bagi manusia, dan apa yang Allah turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu Dia hidupkan bumi sesudah mati (kering)-nya dan Dia sebarkan di bumi itu segala jenis hewan, dan pengisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi; sungguh (terdapat) tanda-tanda (keesaan dan kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan.
            Kandungan yang terdapat diatas menjelaskan bahwa bahwa semua jenis bakteri yang berasal dari mikrobiologi pertanian itu semua adalah ciptaan Allah Maha Kuasa. Dan juga dari penggalan bukti ayat-ayat Al-quran tersebut telah jelas bahwa kita sebagai orang yang beriman, yang yakin akan adanya sang Khalik harus percaya bahwa seluruh makhluk baik di langit dan di bumi, baik berukuran besar maupun kecil, bahkan sampai mikroorganisme (jasad renik) yang tidak dapat terlihat dengan mata telanjang adalah makhluk ciptaan Allah SWT, sehingga dengan mengetahui dengan adanya mikrobiologi lingkungan, pertanian maupun peternakan. Secara tidak langsung pengetahuan tentang aqidah kitapun semakin bertambah. Sesungguhnya manusia hanyalah sedikit pengetahuannya, jika dibandingkan dengan ilmu Allah SWT yang maha luas dan tak terbatas.
Penggunaan Rhizobium sebagai pupuk hayati
            Penggunaan Rhizobium sebagai pupuk hayati memiliki prospek yang baik karena dapat meningkatkan produktivitas tanah, membantu proses pelarutan hara, dan meningkatkan daya dukung tanah sebagai akibat rendahnya aktivitas mikroba (Bertham et al., 2005). Hubungan simbiosis ini menjadi alternatif sumber nitrogen sehubungan dengan meningkatnya pemakaian pupuk nitrogen di dunia (Suharjo, 2001). Penanaman kacangan penutup tanah ini pada saat pembukaan lahan baru atau pada areal peremajaan dapat menghemat pupuk sekitar 20-30% (Risza, 1994). Rhizobium yang berasosiasi dengan tanaman legum mampu memenuhi 80% kebutuhan nitrogen tanaman legum dan dapat meningkatkan produksi antara 10-25% (Sutanto, 2002 dalam Rahmawati, 2005).
            Penggunaan Rhizobium sebagai biofertilizer memerlukan medium pembawa yang sesuai untuk pertumbuhannya. Sampai saat ini masih terus dilakukan penelitian untuk memperoleh medium pembawa yang tepat sehingga memungkinkan bakteri ini memiliki daya hidup yang tinggi pada medium tersebut
            Bakteri Rhizobium merupakan mikroba yang mampu mengikat nitrogen bebas yang berada di udara menjadi ammonia (NH3) yang akan diubah menjadi asam amino yang selanjutnya menjadi senyawa nitrogen yang diperlukan tanaman untuk tumbuh dan berkembang, sedangkan Rhizobium sendiri memperoleh karbohidrat sebagai sumber energi dari tanaman inang (Allen dan Allen, 1981). Penambatan nitrogen secara biologis diperkirakan menyumbang lebih dari 170 juta ton nitrogen ke biosfer per tahun, 80% di antaranya merupakan hasil simbiosis antara bakteri Rhizobium dengan tanaman leguminosa (Peoples et al., 1997 dalam Prayitno et al., 2000).
             Dalam keadaan lingkungan yang memenuhi persyaratan tumbuh, simbiosis yang terjadi mampu memenuhi 50% atau bahkan seluruh kebutuhan nitrogen tanaman yang bersangkutan dengan cara menambat nitrogen bebas (Saono, 1981). Di samping itu bakteri Rhizobium tersebut mempunyai dampak yang positip baik langsung maupun tidak langsung terhadap sifat fisik dan kimia tanah, sehingga mampu meningkatkan kesuburan tanah (Alexander, 1977), namun dalam kehidupannya bakteri Rhizobium tersebut sangat dipengaruhi oleh kondisi tanah, terutama pH tanah (Skerman, 1977) kondisi fisik, kimia serta biologi tanah (Sprent, 1976). Selain itu faktor kompetisi merupakan faktor paling kritis yang menghambat kesuksesan inokulasi .Rhizobium, kompetisi tidak hanya ada pada Rhizobium, tetapi ada pada semua mikroba dalam kaitannya dengan ekologi mikroba (Saraswati dan Susilowati, 1999), serta efisiensi inokulan Rhizobium untuk jenis tanaman tertentu perlu diperhatikan.
            Mengingat besarnya peranan bakteri Rhizobium, maka keberadaan bakteri tersebut perlu dikonservasi dan diisolasi dalam bentuk koleksi kultur. Koleksi kultur bakteri memberikan jaminan bahwa bakteri yang telah didiskripsikan tersimpan dengan aman dan baik, sehingga tersedia setiap saat untuk keperluan generasi sekarang dan masa mendatang. Untuk selanjutnya isolat-isolat bakteri dari daerah tersebut yang akan digunakan kembali di kawasan ini sehingga mempunyai peluang keberhasilan yang lebih tinggi dari pada penggunaan inokulan yang berasal dari lokasi lain (Anas et al., 1998).
 Produksi Massal Sel Rhizobium dengan Teknologi Bioproses
Suatu sistem teknikproduksi yang unggul diperlukan untuk menghasilkan pupuk mikrob bermutu unggul sesuai perannya yang sangat penting bagi sistem pertanian yang berkelanjutan. Teknikproduksi inokulan Rhizobium yang selama ini dilakukan lebih banyak bersifat skala kecil yang dibesarkan, bukan skala besar yang sebenamya. Produksi massal sel Rhizobium pada skala komersial membutuhkan volume biakan yang besar sehingga diperlukan usaha peningkatan efisiensi biaya produksi. Untuk memperoleh teknik produksi inokulan yang efisien deogan produktivitas tinggi diperlukan teknologi produksi massal dengan fermentor atau teknologi bioproses melalui aplikasi prinsip-prinsip keteknikan mendesain, merekayasa, mengembangkan, dan melakukan analisis prosesproses biologis (Schuler &Kargi 1992).
 Penelitian aplikasi teknik bioproses masih sangat terbatas pada penggunaan inokulan
Rhizobium. Pengalaman di India menunjukkan bahwa di awal 1980-an, inokulan Rhizobium diasilkan dari dalam labu kocok, sehingga jumlah dan mutu hasilnya sangat bumk. Di tahun 1990-an, produksi Rhizobium dilakukan dalam skala besar yang berorientasi padapemilihan galur yang sesuai dengan fermentor ukuran 2000 liter untukpenyiapan inokulum (Alam 1994). Hal yang sama juga dilakukan di Kanada (Stephens 1996, komunikasi pribadi) pada tahun 1994 dengan fermentor ukuran 400 liter. Namun, karenamutu produhya masib tetap bervariasi dan sulit menumnkan tingkat kontaminasi maka diperlukan teknologi yang lebih efisien dengan menggunakan fermentor yang lebih kecil(20 liter). Padaprinsipnya, teknik skalapilot adalahperbesaran skalaproses produksi dari skala laboratorium ke skala dengan volume produksi yang lebih besar dengan penilaian efisiensi yang lebih terinci. Pada tabap ini faktor-faktor yang tidak begitu diperhatikan sebelurnnya, seperti konsumsi energi, jumlah kehilangan yang diperbolehkan, dan pengaturan tenaga kerja sangat menentukan. Pada akhimya, teknikproduksi skala komersial adalah suatu teknologi proses yang mampu menghasilkan suatu produk yang secara ekonomis layak.
            Penelitian penggandaan skala dimana kondisi-kondisi optimal mulai diterapkan sangat penting bagi optimasi pertumbuban mikrob dalam fermentor, dengan memasok sumber energi, nutrisi penting untuk memenuhi semua kebutuhan biokatalis, meniadakan komponen penghambat dari media, inokulum yang baik dan kondisi fisika-kimiawi yang optimal. Jenis fermentor yang digunakan dalam penelitian ini adalah fermentor airlift dengan sistem batch (tumpak) dan sistem fed batch (semisinambung). Pada perbanyakan sistem tumpak, media atau substrat dimasukkan ke dalam fermentor, lalu dimokulasi dan dibiarkan teraduk sampai selang waktu tertentu. Pada sistem ini tidak dilakukan penambahan komponen substrat setelab inokulasi bakteri ke dalam media steril di dalam fermentor, kecuali penambahan oksigen steril, anti buih, dan asam atau basa untuk mengatur pH. Laju pertumbuhan mikrob dinyatakan dalam jumlah sel per satuan volume biakan atau dalam konsentrasi biomassa (gram massa sel kering per satuan volume biakan).
            Secara umum perturnhuban mikroba dalam perbanyakan sistem tumpak terdiri atas beberapa fase, yaitu adaptasi (lag), percepatan, logaritma, perlambatan, stasioner, dan penurunan. Perbanyakan sistem semisinambung,merupakan perbanyakan sistem tumpak yang menggunakan penambaban media secara sinambung dengan aliran seragam sehingga volume biakan bertambah sesuai (Standbury & Whitaker 1984). Selamaperbanyakan, substratyang diiasukkan ke dalam biakan sama dengan substrat yang diionsumsi oleh sel mikrob. Meskipun total biomassa dalam biakan meningkat sesuai dengan waktu, konsentrasi sel tertinggal relatif konstan. Kondisi ini disebut steady state. Pada saat itu, laju pertumbuhan rata-rata akan menurun sesuai dengan peningkatan volume media. Residu substrat akan menurun sesuai dengan penurunan laju pertumbuhan dan mengakibatkan peningkatan konsentrasi sel. Perbanvakan biomassa sel Rhizobium dilakukan dalam dua tabapan. Perbanyakan tahap I untuk menghasilkan biakan pemula. Masing-masing biakan pemula dari agar-agar miring dibiakkan dalam 25 ml media sari bhamir manitol (SKM). Perbanyakan tahap I1 untuk menghasilkan inokulan dilakukan dengan menlbiakkan ketujuh campuran galur Rhizobium umur 24jam dalam 500 ml SKM.
            Galur Rhizobirmr. Pada penelitian skala laboratorium digunakan Rhizobium tumbuh lambat (Bradyrhizobium japonicurn galur RIFCB3) dan pada skala industri digunakan 8 galur Rhizobiurn yang terdiri atas 6 galur Rhizobiurn tumbuh cepat (Sinorhizobizninfiedii galur RIFCB 1, RIFCB2, RlFCB4, RIFCB5, RIFCB6, RIFCB7), dan 2 galur Rhizobitnm tumbuh
lambat (Bradyrhizobiunzjaponicum galurRIFCB3 dan RFCB8). Seluruh galur bakteri (Tabel 1) merupakan galur terpilih hasil seleksi terhadap kemampuanuya menamhat N, udara, tahan kondisi tercekam (kemasaman-Al dan kekeringan) (Samswati 1999). Semuagalur Rhizobiurn ditumbuhkanpadamedia agaragar SKM cair (Somasegaran & Hoben 1994).
Biakan pemula untuk perbanyakan Rhizobium skala laboratorium ,dibuat dengan cara menginokulasikan satu lup Rhizobium galur RIFCB3 ke dalam duajenis media cair sai khamir glukosa (SKG) dan SKMmasingmasing sebanyak 50 ml dan meuginkubasilcannya selama 24 jampadainkubator goyangdengan kecepatan goyang antara 100-150 rpm pada suhu ruang 28-30°C. Sedangkan bialtan pemula skala industri dibuat dengan menginokulasikan satu lup Rhizobiurn ke dalam 25 mlmedia SIW cair, satu erlenmeyer untuk satu galur Rhizobizrm. Selanjutnya bialcan diinkubasi dengan menggunakan cara yang sama.
Perbanyakan Biomassa Sel Rhizobium pada Sltala Laboratorium. Dalam optimasi pertumbuhan Rhizobium digunakan media yang mampu menyediakan sumber energi C, yaitu mediaSKG danmedia SKM, sertamodifiasi mediamanitol bifasik (dua fase). Produksi biomassa sel Rhizobium dilakukan dalam erlenmeyer 1 liter (volume kerja 500 ml) dan fermentor beragitasi 2 liter (volume kerja 1 liter). Volume biakan pemula yangdigunakan 5-1 0% dari volume mediacair dala~ne rlenmeyer atau fermentor yang digunakan.
Perbanyakan sel Rhizobium dalam erlenmeyer dilakukan dengan menginoltulasikan biakan pernula Ice dalam 500 ml media SI<G dan SI(M (volume biakan pemula 10% dari volnme media cair dalam erlenmeyer). Selanjutnya bialcan tersebut di inkubasikan pada inkubator goyang dengan kecepatan goyang antara 100-1 50 rpm pada suhu mang 28-30°C selama 24jam. Perbanyakan sel dalam fermentor dilakukan dengan sistem tumpak dan bifasik. Perbanyakan dilakukan dengan menginokulasikan biakan penlula ke dalam 1 liter media SI<M (volume biakan pemula 5% dari volume media cair dalam fermentor) dengan kecepatan agitasi 500 rpm, laju aerasi 0.5 vvm, suhu luang 28-3O0C, danpH 6.8-7.0.
Produksi Biomassa Sel Rhizobium pada Skala Industri.bPerbanyakan galur ganda Rhizobium dengan sistem semisinambung dilakukan dalam fermentor 30 liter dengan volume kerja terpakai 10 liter. Kondisi perbanyakan dengan sistem ini meliputi aerasi dengan laju alir 1-2 literudaralmenit, suhu mang 28-30QC, dan tekanan udara dalam fermentor 0 psi serta tidak diberikan kontrol pH. Udara dialirkau melalui filter steril dan dikeluarkan melalui saluran udara keluar yang dilengkapi dengan filter juga.
Galur Rhizobium yang diperbanyak dalam fermentor dengan sistem tumpak dilakukan dengan menginokulasikan sebanyak 50 ml inokulan campuran ke dalam 500 ml media SKM dalam erlenmeyer sebagai biakan pemula. Biakan diinkubasi pada inkubator goyang dengan kecepatan goyang 100-150 rpm dan suhu mang 28-30°C selama 24 jam. Selanjutnya biakan pemula diinokulasikan ke dalam 9.5 liter media SKM (volume biakan pemula 5% dari volume media cair dalam fermentor). Aerasi dilakukan dengan memompakan udara steril dengan laju 1-2 literlmenit. Suhu dalam fermentor dipertabankanpada suhu ruang 28-30°C dan pH awal diatur pada tingkat pH netral (6.8-7.0). Inkubasi dilakukan selamaenam hari danpengambilan contoh untuk pengamatan dilakukan secara aseptik setiap 24 jam.
Perbanyakan Sel Rhizobium pada Skala Laboratorium. Biakan pemula yang digunakan dalam penelitian ialah had pertumbuhan pada jam ke-24 sampai jam ke-48. Pertumbuhan Rhizobium meningkat 2 kali lipat darijam ke-0 sampai dengan jam ke-24, meskipun pada selang waktu tersebut pertumbuhan sel masih berada pada fase adaptasi dan pada selang waktu antara 24 jam sampai 72 jam, pertumbuhan sel beradapada fase eksponensial.  Pertumbuhan Rhizobium pada media dengan sumber karbon glukosa dalam erlenmeyer goyang relatif lambat dan kurang efisien. Tampaknya jenis sumber karbon glukosakurang cocok untuk produksi biomassa Bradyrhizobium. Lambatnya pertumbuhan serta sedikitnya biomassa yang terbentuk mengakibatkan banyaknya substrat yang tersisa pada akhir perbanyakan. Pada skala industri, ha1 ini tidak menguntungkan dan juga menimbulkan dampak negatif pada lingkungan apabila sisa substrat akan dibuang ke lingkungan. Nilai rendemen tertinggi, yaitu 0.005 mg seVmg substrat menunjukkan bahwa banya sebagian kecil dari substrat yang digunakan untuk produksi biomassa, sebagian besar substrat digunakan untuk menghasilkan produk lain dan pemeliharaan sel karena suplai oksigen pada perbanyakan dalam erlenmeyer h a n g mencukupi untuk pertumbuhan. Apabila oksigen yang terdapat pada mang kosong dalan erlenmeyer sudah semakin berkurang, maka suasana pertumbuhan menjadi semakin tidak menguntungkan. Suasana kekurangan oksigen akan mengurangi produksi energi untuk pertumbuhan sekaligus mengaliian alokasi penggunaan substrat untuk pemeliharaan sel dan pembentukan produk sehingga mengurangi produksi biomassa.
Produksi biomassa dalam erlenmeyer goyang menggunakan sumber karbon manitol lebih baik 16 kali daripada glukosa. Meskipun kecepatan pertumbuhan lambat, tetapi secara umum media SKM sebagai sumber karbon jauh lebih baik daripada media SKG dari segi jumlah biomassa yang dihasilkan, persentase substrat yang digunakan, maupun efisiensi penggunaan substrat untuk pembentukan biomassa.
 Pertumbuhan Rhizobium dalam fermentor lebih cepat daripada erlenmeyer goyang. Suplai oksigen tidak sinambung di dalam erlenmeyer goyang menumnkan produksi biomassa. Oksigen mempakan syarat mutlak untuk pertumbuhan mikrobaerob. Oksigen yang semakin langka tidak hanya mengurangi pertumbuhan, tetapi juga mengakibatkan kematik sei. Penggunaan fermentor beragitasi dengan oksigen yang disuplai secara sinambung melalui pompaperistaltikmemberi aerasi lebih baik daripada erlenmeyer goyang. Pada waktu yang cukup panjang, ketersediaan oksigen dalam ruang kosong akan semakin berkurang. Namun, ha1 ini tidak berpengamh apabila biomassa yang dihasilkan tidak banyak, tetapi jika biomassa yang dihasilkan semakin banyak, seperti pertumbuhan pada media SKM, ketersediaan oksigen mempakan salah satu faktor pembatas untuk mencapai hasil yang lebih tinggi lagi. Apabila oksigen yang sebelunmya menjadi faktor pembatas telah mencukupi, maka faktor pembatasnya ialah ketersediaan substrat dan atau terbentuknya produk lain yang mungkin bersifat racun bagi sel. Bila kecenderungan penumnan konsentrasi substrat dicemati, maka terlihat semakin lama substrat yang tersedia semakin habis. Apabila substrat yang tersedia tidak mencukupi lagi, maka sel akan mati. Sel yang mati biasanya akan mengalami lisis dan digunakan oleh sel-sel yang masib hidup sehingga jumlab sel total di dalam fermentor akan berkurang.
Perbanyakan sel Rhizobium  pada Skala Industri. Pertumbuhan sel Rhizobium dengan sistem tumpak mulai memasuki fase kematian pada jam ke-48. Pada fase ini aktivitas bakteri menurun karena ketersediaan nutrien dalam media berkurang. Adanya persaingan antara bakteri satu dengan lainnya menyebabkan terjadinya kematian pada sebagian bakteri. Kondisi lingkungan sebamsnya diupayakan agar mendekati kondisi lingkungan Rhizobium ketika diinokulasikan ke alam. Faktor lingkungan seperti pH akah sangat bergantung pada tujuan percobaan yang dilakukan. Apabila biomassa sel yang diproduksi ditujukan untuk tanah masam, maka produksinya dapat dikondisikan pada suasana masam atau bakteri h m s mampu beradaptasi dengan keadaan tersebut. Pada penelitian ini, kontrol pH banya dilakukan pada awal kultivasi. Rendahnya nilai pH ini disebabkan reaksi asam yang dihasilkan oleh genus Sinorhizobiu~ng alur RIFCBl, RIFCB2, RIFCB4, RIFCB5, RIFCB6, dan RIFCB7 relatif lebih besar dibandingkan dengan jumlah senyawa penyebab reaksi alkali yang dihasilkan oleh Bradyrhizobium galur RIFCB3. Namun, bakteri masih dapat bertahan hidup dan kinerja bakteri meningkat meski pH-nya masih kurang dari 6. Menumt Cunningham dan Munns (1984) eksopolisakharida yang dihasilkan oleh Rhizobium berfungsi meningkatkan pH dan melindungi sel bakteri dari kondisi masam-Al, serta mengkelat ion A13+ dan Mn2+. Dalam keadaan masam seperti ini galur Rhizobium uji masib dapat tumbuh dengan baik dan mencapai 1 x 108sel/ml padajam ke-120, meskipun tidak diietahui bakteri mana yangjumlahnya lebih banyak. Penambahan galur RIFCB8 pada perbanyakan dengan sistem tumpak menumnkan populasi sel maksimum dan laju pertumbuhan spesifik maksimum.
Perbanyakan galur Rhizobium (RECB1 … RIFCB7) dengan sistem semisinambung dengan jumlah dan jenis substrat yang sama menunjukkan bahwa biomassa atau populasi sel yang dihasilkan lebih tinggi daripada sistem tumpak. Perbanyakan dengan sistem ini dirancang dengan pengaliran substrat ketika pertumbuhan sel Rhizobium berada pada puncak fase eksponensial untuk mendapatkan sumber energi barn untuk pertumbuhannya. Penambahan substrat barn menumnkan konsentrasi sel per ml biakan karena laju alir penambahan substrat bam lebib besar daripada kemampuan sel dalam menggunakan substrat barn sehingga mengakibatkan efek pengenceran biakan, walaupun mungkin secara total jumlah sel dalam fermentor meningkat.
 Perbandingan Metode Perbanyakan. Berdasarkan perbandingan ketiga metode perbanyakan, sistem tumpak biakan ganda RIFCB 1 … RIFCB7 dan RIFCBl … RIFCB8, dan sistem semisinambung RIFCBl … RIFCB7 terhadap laju pertumbuhan spesifik maksimum selama masa inkubasi, maka laju pertumbuhan spesifik maksimum tertinggi ialah perbanyakan sel Rhizobium dengan sistem semisinambung RIFCB1 … RIFCB7 (0.135ljam) dengan waktu pencapaian tercepat ialah 24 jam, dan terendah dengan sistem tumpak RIFCBl … RIFCB7 (0.077/jam) dengan waktu pencapaian 72 jam. Nilai p umumnya berbanding lurus dengan peningkatan jumlah mikroorganisme yang dihasilkan dalam kum waktu tertentu. Jumlah sel mikroorganisme mempakan peubah mikrobiologi bagi pertumbuhan dan kualitas biakan. Semakin tinggi jumlah sel bakteri dalam biakan, maka peluang bakteri untuk dapat bersaing dengan bakteri lainjuga lebih tinggi. Panen inokulan pada ketiga metode perbanyakan dapat dilakukan setelah biakan bemur 24jam denganjumlah sel maksimum 10′ sel/ml, meskipun pencapaian jumlah maksimum sel ketiganya berbeda. Tingkat populasi yang diperoleh ini dianggap memenuhi kebutuhan, temtama ketika dipakai pada bahan pembawa yang tidak steril (Somasegaran & Hoben 1994).
Laju pertumbuhan spesifk maksimum tertinggi diperoleh pada metode perbanyakan dengan sistem semisinambung. Fenomena yang te jadi pada sistem ini merupakan penemuan yang dapat dimanfaatkan untuk efektivitas produksi massal sel Rhizobium pada skala industri. Pada sistem ini panen dapat dilakukan lebih dari satu kali dalam setiap periode produksi pada tingkat populasi sel lo9 sel/ml. Sistem ini merupakan alteruatif baru bilamana pabrik inokulan Rhizobium menginginkan produksi mikrob dengan skala lebih besar dan terus-menerus. Namun, perlu juga dipertimbangkan beberapa ha1 seperti sumber daya manusia yangmemadai. Laboran hams dapat bekerja dengan baik, karena kontaminasi yang menyebabkan kegagalan produksi dapat terjadi pada saat mengalirkan subsrat segar ke dalam fermentor saat kultur sebelurnnya selesai di panen. Bila berdasarkan pertimbangan bahwa pesanan inokulan Rhizobium tidak terus-menerus karena penggunaannya bergantung pada musim tanam kedelai maka lebih baik menggunakan perbanyakan sistem tumpak.
Langkah –langkah pembuatan pupuk cair yang salah satunya menggunakan Rhizobium Sp

Kompos sebagai hasil dari pengolahan sampah dan limbah organik, bermanfaat besar bagi upaya memperbaiki struktur tanah dengan meningkatkan kandungan bahan organik (C- Organik) dan akan meningkatkan kemampuan untuk mempertahankan kandungan air tanah. Aktivitas mikrobia yang bermanfaat bagi tanaman akan meningkat dengan penambahan kompos. Aktivitas mikrobia ini membantu tanaman untuk menyerap unsur hara dari tanah. Aktivitas mikrobia juga diketahui dapat membantu tanaman menghadapi serangan penyakit. Tanaman yang dipupuk dengan kompos juga cenderung lebih baik kualitasnya daripada tanaman dengan asupan pupuk kimia, misal: hasil panen lebih tahan disimpan, lebih berat, lebih segar, lebih bernas dan lebih enak.
Kompos juga digunakan para pehobbies tanaman hias, nursery dan bunga sebagai bahan yang baik dalam pembuatan media tanam. Secara umum, media tanam harus mampu menjaga kelembaban sekitar perakaran, menyediakan cukup udara ( memiliki porositas tinggi) , dan dapat menahan ketersediaan unsur hara. Kompos merupakan media tanam organik yang bahan dasarnya berasal dari proses fermentasi tanaman atau limbah organik, atau semua material yang berasal dari makhluk hidup seperti jerami, sekam, daun, rumput, dan sampah kota. Kelebihan dari penggunaan kompos sebagai media tanam adalah sifatnya yang mampu mengembalikan kesuburan tanah melalui perbaikan sifat-sifat tanah, secara fisik, kimiawi, maupun biologis. Selain itu, kompos juga menjadi fasilitator dalam penyerapan unsur nitrogen ( N) yang sangat dibutuhkan oleh semua tanaman.
Kompos yang telah dipasteurisasi dalam bedeng jamur ( shed) dan suhu telah turun sampai 35-40 derajat C dilakukan penaburan bibit jamur ( spawning) , jadilah kompos sebagai media tanam jamur . Penaburan bibit dilakukan dengan memasukkan bibit ke dalam lapisan kompos dan sisanya disebar diatas permukaan kompos, dengan tinggi sekitar 25-30 cm. Pasteurisasi ialah pemanasan kompos dan ruangan rumah jamur dengan uap panas sampai temperatur 70 derajat C selama waktu 5-7jam. Suhu kompos dipertahankan 70 derajat C selama 2-3 jam.
Bagi kepentingan menyediakan pupuk hayati, kompos ( termasuk dalam katagori pupuk organik) adalah pembawa ( carier) yang baik menyimpan mikrobia. Pupuk hayati ( mikroba) tidak menyediakan hara bagi tanaman. Jadi tidak memiliki kandungan N, P, atau K. Di alam mikroba-mikroba ini memiliki peranan yang sangat penting bagi tanaman. Hampir seluruh proses penyerapan hara oleh tanaman dibantu oleh mikroba. Bisa mengandung beberapa jenis mikroba, misal yang berperan dalam menambat N dari udara, contohnya Azosprillium sp, Azotobacter sp, Rhizobium sp ( pada kacang-kacangan) , atau ada juga mikroba dalam pupuk hayati yang berperan dalam pelarutan hara P, contohnya Aspergillus sp dan Penicillium sp. Memperkaya pupuk organik ( kompos) dengan mikroba sebenarnya adalah menggabungkan antara peran pupuk organik – menyediakan hara dan ‘ vitamin’ bagi tanaman, sekaligus menyediakan ‘ makanan’ untuk mikroba dalam pupuk hayati.
Kandungan bahan organik yang tinggi dalam kompos sangat penting untuk memperbaiki kondisi tanah. Berdasarkan hal tersebut dikenal 2 peranan kompos yakni soil conditioner dan soil ameliorator. Soil condotioner yaitu peranan kompos dalam memperbaiki struktur tanah, terutama tanah kering, sedangkan soil ameliorator berfungsi dalam memperbaiki kemampuan tukar kation pada tanah. Kompos yang baik untuk digunakan sebagai media tanam ketika telah mengalami pelapukan sempurna, ditandai dengan perubahan warna dari bahan pembentuknya ( menjadi hitam kecokelatan) , tidak berbau, memiliki kadar air yang rendah, dan memiliki suhu sama dengan ruang. Sedangkan secara laboratorium memiliki C/ N ratio yang < 20.
Hasil produk dan cara pemakaian
Agrorama Decomposer
Biocompos (decomposer) merupakan cairan bermaterikan mikrobia yang dapat mempercepat proses perombakan dan peruraian. Penggunaannya sebagai media pengurai bahan organik dalam proses pembuatan kompos aktif (dari 4 – 6 bulan dapat dipersingkat 3-4 hari).
KOMPOSISI:
  • Aquades, molase, asam cuka, ekstrak azola, hara mikro, mikro
  • Mikroorganisme: Lactobacillus Sp, Actinomycetes, Streptomyces Sp, Rhizobium, Acetyobacter, Mould, Yeast
KEUNGGULAN:
  1.  Melapukan bahan organik dan menguraikan bahan organik menjadi senyawa dasar/hara yang siap diserap tanaman.
  2. Menekan dan menghilangkan bakteri patogen/penyakit.
  3. Mengaktifkan dan meningkatkan biota tanah yang menguntungkan.
  4. Menetralisir kadar PH tanah menjadi netral.
  5. Media starter dalam proses fermentasi bahan organik di lapangan.
  6. Menghasilkan produk organik yang terbebas dari residu kimia.
  7. Meningkatkan produktivitas dan kualitas pertanian organik serta mempercepat umur panen.
  8. Sebagai hormon perangsang tumbuh alami dengan kandungan nutrisi yang lengkap.
  9. Sumber unsur organisme yang berkesinambungan.
  10. Meningkatkan daya tahan tanaman terhadap penyakit.
Dalam kegunaannya produk ini lebih praktis dan efisien serta kinerjanya pun lebih efektif dibanding produk-produk perusahaan lain yang sejenis.
 
PENGGUNAAN:
  • Kocok terlebih dahulu
  • campurkan 2 – 4 cc cairan Decomposer ke dalam 1 liter air, semprotkan ke seluruh areal penanaman 3 (tiga) hari sebelum penanaman.
Fungsi perlakuan adalah:
  • Sterilisasi lahan dari mikro organisme yang tidak menguntungkan
  • Menumbuhkan biji-bijian gulma, untuk kemudian biji-biji gulma tersebut akan mati sehingga lahan bebas dari gulma.
  • Menginokulasi mikro organisme yang menguntungkan ke dalam tanah sehingga tanah dapat terjaga kelestarian dan kesuburannya karena adanya peningkatan aktivitas mikro organisme tersebut di dalam tanah.
Campurkan larutan di atas pada pupuk kandang atau seresah bahan organik secara merata (1 ton bahan organik: 1 liter “Bio Alam” Decomposer, kemudian diperam selama 3 – 5 hari).
Fungsi Perlakuan adalah:
  • Membantu proses dekomposisi bahan organik.
  • Media starter proses fermentasi bahan organik.
Hasil pemanfaatan Rhizobium sp pada penyuburan tanah
 

DAFTAR PUSTAKA
 Alexander, M. 1977. Soil Microbiology. 2 nd ed. John Wiley and Sons. Inc. New York. 472 p.
Allen, O.N., and E. K. Allen. 1981. The Leguminosae. The University of Winconsin. Press. Madison. 812 p.
Anas, I., K. Widyastuti, A.A.I. Kesumadewi dan G. Kirana. 1998. Mikrobe penambat nitrogen dan pelarut fosfat dari rhizosfer padi dan tanah rawa kawasan PLG satu juta hektar, Kalimantan Tengah. Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Permi, Bandar Lampung, 14-15 Desember 1998. h: 582-591.
Gibson, A.H. 1981. Current Perspectives in Nitrogen Fixation. Proceeding of the fourth International Symposium on Nitrogen Fixation. Aust. Academy of Sci. Camberra, Australia, 1-5 Desember 1980. 534 p.
James, E.K., F.L. Olivares, A.L.M. de Oliviera., F.B. dos Reis J.r., L.G. da Silva and V.M. Reis. 2001. Further observations on the interaction between sugarcane and Gluconacetobacter diazotrophicus under laboratory and greenhouse condition. J. Exp. Botany 52: 547- 760. Kirchhof, G., V.M. Reis, J.L. Baldani., B. Eckert., J.
Dobereiner., and A. Hartman. 1997. Occurrence, physiological, and molekuler analysis of endophitic diazothropic bacteria in gramineous energy plants. Plant and Soil 194: 45-55.
Lay, B.W. 1994. Analisis Mikroorganisme di Laboratorium. P.T. Raja Grafindo Persada. 168 h.
Prayitno. J., J.J. Weinman., M.A. Djordjevic dan B.G.
Rolfe. 2000. Pemanfaatan protein pendar hijau (Green Fluorescent Protein) untuk mempelajari kolonisasi Bakteri Rhizobium. Prosiding Seminar Nasional Biologi XVI. Institut Tehnologi Bandung, Bandung, 26-27 Juli 2000. pp. 272-377.
Saono, S. 1981. Mikrobiologi di Indonesia. Kumpulan Makalah Konggres Nasional Mikrobiologi III, Jakarta, 26-28 Nopember 1981.pp. 348-354.
Saraswati, R dan D.N. Susilowati. 1999. Rhizobium dan pemanfaatannya sebagai pupuk hayati. Seminar sehari Workshop Peranan Culture Collection dan Preservasi Mikroorganisme. Jurusan FMIPA UI, Jakarta 8-9 Maret 1999. 13 h.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

beri komentarx